"Justin darimana saja kau?" Tanya Ibu yang sedang menikamti secangkir coklat hangat seraya menatapku saat aku memasuki pintu.
"Bella di rumah sakit. Jadi aku harus menemaninya." Jawabku acuh saat melihat ternyata ada Ayah di rumah ini.
"Apa? Ia sakit apa? Kenapa kau tidak memberitahu Ibu?"
"Apa Ibu tahu, suasana takkan serumit ini jika..." Ucapku kemudian menunjuk ke arah Ayah "Dia! Dia tak mau memberiku uang untuk membantu pengobatan Bella!"
"Tapi aku..." Ayah angkat bicara.
"Sudah! aku tak mau mendengar ucapanmu!".."Bu, aku harus pergi mandi dulu dan setelah itu aku akan kembali ke rumah sakit" Ujarku sambil berlari naik ke atas dan segera pergi mandi.
****
'Tokk....' Suara ketukan pintu kamarku yang tiba tiba saja muncul ketika aku selesai berpakaian.
"Masuk!" Pintaku pada seseorang diluar yang mengetuk pintu kamarku. Tiga orang Pria dan seorang Gadis sebayaku masuk menemuiku.
"Hey.." Ujar David seraya bersalaman denganku.
"Hey.."
"Ohya bagaimana Bella? Apakah ia sudah baikan?" Tanya Laura disertai senyuman.
"Dia...dia masih di rumah sakit." Jawabku sedikit memasang wajah cemberut.
"Aku turut berduka cita kalau begitu.." Ujar Laura menepuk pundakku. Aku hanya membalasnya dengan senyum.
"Aku punya ide!" Teriak Kevin menggelegar tepat di gendang telinga Ron yang saat itu bersebelahan dengannya.
"Bisakah kau pelankan volume suaramu dan jangan berteriak di gendang telingaku!" Bentak Ron sambil menutup telinga. Kami hanya cekikikan.
"Karna ini Ide yang sangat fantastic, jadi aku harus berteriak" Balas Kevin.
"Tapi tak perlu ditelingaku juga!" Ron semakin sebal.
"Tapi aku tidak sengaja!" Kevin membalas dengan berteriak kembali.
"Tuhkan! Kau berteriak lagi!" Ron membentak.
"Tapi kau tidak perlu membentakku!"
"Kalau kau tidak memulai berteriak di telingaku. Aku tak akan membentakmu!"
"Tapi kan aku sudah bilang kalau aku tidak sengaja!"
"Tapi kau......" Pembicaraan Ron yang terpotong oleh David. "Heh sudah! Kalian ini malah membuat suasana menjadi buram!".."Jadi apa idemu, Kevin?"
"Hmm...jadi begini ya,".."Kita harus memberikan suatu hadiah untuk Bella. Ya, hadiah yang takkan pernah ia lupakan dalam hidupnya.." Belum selesai Kevin bicara, Justin sudah memotong.
"Hadiah apa? Apa aku harus memberinya cincin? Atau berlian? Atau gaun mewah? Atau...."
"Dengar aku dulu! Kau ini bagaimana sih! Aku kan belum selesai bicara" Gerutu Kevin cemberut.
"Oke aku minta maaf. Jadi apa yang harus kuberikan?" Justin langsung memasang telinga lebar lebar dan mulai mendengarkan DRL.Kevin Spencer bicara.
"Tak perlu yang mahal. Sebenarnya ini mudah. Kau hanya perlu membuat malam natalnya kali ini menjadi berkesan. Dengan adanya Candle light dinner dan atau apalah. Dan nanti kalian akan berciuman dibawah Mistletoe dan itu awww itu so sweet bukan?" Kevin mengakhirinya dengan gaya bicara sedikit kemayu -_-
Justin langsung bangkit dari duduknya dan tersenyum senyum tak jelas sambil mengangkat tangan kanannya seraya mengepalkannya, "Yap! Kau sangat benar! Aku akan membuat kejutan untuk Bella!"
"emm..sebenarnya kau menginjak kakiku" David mengenyahkan kaki Justin yang menginjak kakinya. Justin hanya cekikikan sembari tertawa bahagia.
****
Sementara di rumah sakit Bella masih tertidur tak berdaya. Mukanya semakin pucat. Matanya semakin menguning. Ayah yang berada di sebelah Bella hanya menangis melihat keadaan anaknya yang tergeletak tak berdaya.
"Ayah.."
"Ya sayang. Ada apa?"
"Aku...".."Aku sangat berharap bisa merayakan malam Natal terakhir bersama kalian" Ucap Bella diiringi senyum.
"Kau bisa sayang. Pasti bisa.." Jawab Ayah diiringi butiran butiran air matanya yang kini membasahi pipinya. Bella hanya tersenyum sambil mengelap air mata Ayahnya dengan tangan tangannya yang lemah.
"Ayah..Aku sangat ingat ketika aku kecil, Ayah selalu memarahiku ketika aku berusaha melompat dari atas atap dan terbang. Dan aku ingat betul ketika aku berusaha terbang bersama burung burung lalu Ayah memarahiku."
"Ya aku tahu. Kau sangat membenciku saat itu karna aku sudah melarangmu untuk melompat dan mencoba terbang bersama burung burung. Tapi..kau harus tahu Bella, jika selama ini aku jahat atau sangat keras padamu, itu semua hanya karna aku takut kehilanganmu. Kau satu satunya malaikat Ayah dan.."
"Aku menyayangimu, Ayah" Bella Memeluk Ayahnya sangat erat dengan penuh kasih sayang. Seakan akan pelukan itu tak mau ia lepaskan selamanya.
Tiba tiba saja seorang suster masuk dan menghentikan adegan drama Ayah dan Anak ini.
"eemm..Maaf Pak, Anak bapak bisa dirawat dirumah" Ia mendekati ayah Bella dan memberikan selembar kertas.
Ayah bella mencoba melihat surat itu dengan teliti. Astaga betapa terkejutnya, ternyata biaya pengobatan yang mahal itu akhirnya sudah ada yang membayar.
"Siapa yang membayar ini suster?"
"Seorang dokter juga. Ia berkata, ia adalah mertua Anak bapak"
"Kalau begitu terima kasih"
"Ya pak. Oh ya, sekarang mari bereskan pakaian anak bapak karna detik ini juga ia sudah bisa dirawat dirumah"
Mereka pun membereskan Bella dan Ayahnya segera membawa Bella pulang.
Sedangkan Aku?Aku sedang sibuk bersama teman temanku untuk mempersiapkan malam Natal terindah untuk Bella.
"Apa ini akan berhasil?" Tanyaku.
"Tentu saja. Aku yakin ia akan sangat senang" Jawab David.
"Oh ya kita belum melihat keadaannya. Apa ia baik?" Tanya Laura sedikit khawatir.
"Kemarin sih ia baik. Dan mungkin sekarang sudah lebih baik." Jawabku percaya diri.
"Benarkah? Kau tak ingin menjenguknya?" Ron angkat Bicara.
"Bukankah kita sedang sibuk? Jadi aku tak ada waktu untuk kesana. Kita sedang menyiapkan surprise untuknya"
"Kalau begitu telepon dia.." Pinta David.
"Ayolah...Ia sedang sakit, mana mungkin bisa mengangkat telepon" Aku sedikit sebal pada teman temannkku. Aku yakin Bella baik saja. Aku hanya tak ingin teman temanku menganggap Bella itu sakit parah. Aku yakin Bella Akan sembuh dan penyakitnya hanya penyakit ringan.
Oke. Jadi mereka lebih memilih diam ripada mendengarku marah besar. Mungkin mereka berpikir jika saat ini aku Setres atau takut atau apalah..Tapi mereka salah. Aku tak takut. Karna aku yakin Bella akan Sembuh!
****
Malam harinya aku bersama sedanku berniat menjemput Bella dirumah sakit. Jalanan malam ini begitu ramai. Hiruk pikuk orang bernyanyi dan berdoa didekat pohona Natal begitu terdengar jelas. Lampu lampu Natal menerangi jalanan. Ah pasti ini akan menjadi malam yang paling indah ^_^ Bella pasti akan senang menerima kejutan dariku.
"Maaf..Pasien yang bernama Isabella Moore sudah pulang" Ujar seorang suster ketika aku menanyakan Bella.
"Apa?! Pulang?".."Jadi ia sudah sembuh?!" Jawabku dengan raut wajah bahagia,
"Bukan..bukan begitu" Ujar si suster dan membuatku menekuk wajah kembali. "Maksudku, ia dirawat dirumah"
"Di rumah?".."Itu kan mahal? Siapa yang membayarnya?"
"Dia seorang dokter. Tn.Carter kalau tidak salah.."
"Ayah?" Jawabku sedikit berbisik. "Kalau begitu terima kasih suster" Aku pun segera pergi. Namun sebelum menuju rumah Bella, ada suatu hal yang harus ku urus terlebih dahulu.
'Tok..tok..' Ku ketuk Pintu rumah seorang dokter bernama 'Jonathan Carter'. Ia membukakan pintu dan terkejut melihatku. "Justin!".."Selamat Natal sayang.."
Aku hanya terbelenggu melihatnya dan langsung memeluknya. "Selamat Natal Ayah.".."Aku sangat berterima kasih padamu. Aku menyayangimu"
"Aku juga menyanyangimu"
"Tapi sekarang aku ahrus pergi. Sekali lagi selamat Natal" Aku pun pergi sambil melambaikan tangan berpamitan dengannya. Ia hanya tersenyum meliahtku. Mungkin sosok Anak seperti inilah yang selama ini ia harapkan dariku.
Lalu tujuan selanjutnya adalah Rumah Bella.
"Tn.Moore..." Ujarku seraya mengetuk pintu rumahnya. Seorang Pria bijak keluar dengan tatapan tajam. Ah aku sudah biasa, ia memang menatap orang seperti itu.
"Tn.Carter. Selamat Natal.." Ia memelukku kemudia tersenyum.
"Ohya, aku ingin mengajak Bella.."
"Apa? Mengajaknay keluar? Apa kau tak tahu jiak ia sekarang parah?"
"Apa?" Aku tersendat.
tiba tiba seorang gadis lugu berwajah pucat keluar menghampiri kami. "Ayah aku tidak sakit. Biarkan aku pergi bersama Justin..".."Kumohon" Ia berlutu dibawah kaki Ayahnya dan membuat Ayahnya iab sehingga dibiarkannyalah ia pergi oleh Ayahnya.
"Kemana kita akan pergi?" Tanyanya saat kututupi kedua matanya oleh lenganku.
"Kau pasti akan suka.." Dan setelah beberapa langkah kami berjalan. akhirnya kubukakan matanya. Ia terlihat terlihat amat terkejut dan dengan raut wajah bahagia.
"Kau suka?"
"Tentu saja! aku sangat suka" Ia melihat kesekeliling yang penuh dengan lampu lampu natal. Dan disana sudah ada kursi untuk 2 orang.
"Kau ingat?".."Teater ini adalah tempat dimana pertama kali kita bertemu. Pertama kali aku mengenalmu dan pertama kali kita berteman. Tempat dimana aku mulai jatuh cinta padamu. Dan aku hanay berusaha membuat kita mengenang tempat ini"
Ia hanya tersenyum dan langsung memelukku. Ya tuhan, sekeltika tubuhnya terasa sangat dingin. Aku hanya berusaha memluknay sekuat tenaga seraya menghangatkan tubuhnya.
Kami berdua pun duduk. Dan datang 2 orang Pria yang membawakan makanan untuk kami. Mereka Kevin dan Ron. Kemudian seorang wanita bernyanyi lagu Your Still the One kesukaan Bella dengan diiringi gitar accoustic oleh seorang Pria. Mereka Laura dan David.
Ini membuat suasana semakin romantis dan Bella tak ada berhenti bernentinya berterima kasih padaku. Sepertinay ia benar benar senang.
"Mau berdansa?" Ujarku sambil mengulurkan tangan.
"Tentu saja.." Jawabnya mengangkap uluran tanganku. Akhirnya kami berdua pun berdansa ditemani lagu lagu kesukaannya.
"Kau bilang aku tidak bisa berdansa. Tapi kau hebat.."
"Aku sudah berlatih. Aku sengaja ingin membuatmu senang malam ini" Jawabku.
"Benarkah? Aku amat tersanjung"
Aku hanya tertawa kecil. "Tahukah kamu? Kau ini adalah wanita pertama yang berhasil membuatku berdansa. Dan kau wanita pertama yang mengajarkanku arti cinta. Mengajarkanku bagaimana selayaknya mencintai seseorang"
"Benarkah? Oh kau terlalu berlebihan..." Ia hanya tertawa kecil.
"Justin..Sebenarnya aku takut.."
"Takut apa?"
"AKu takut mati. Aku takut kau sedih jika suatu saat aku mati"
"Jangan bicara begitu! Kau takkan mati!"
Ia hanay diam dan kembali tertunduk di pundakku.
"hmm..Justin, bolehkah aku meminta sesuatu darimu?" Ujarnya yang kini terlihat sangat lemah.
"Tentu saja. Apapun itu.."
"Bisakah kau menciumku?" Ujarnya. Aku hanya terbelenggu dan menatapnya tajam kemudian menciumnya.
"Terima kasih sudah menjadi mukjizat di hidupku.." Ucapnya yang tak tersadar jatuh dalam pelukanku.
"Bella!..Bella!!" Teriakku sambil mencoba membangunkannya. David, Laura, Ron dan Kevin berlari ke arah kami.
"Ia kenapa?!" Tanya Laura histeris.
"Aku tak tahu. Ia tiba tiba saja pingsan" Jawabku diiringi air mata deras.
"Kita harus segera membawanya ke rumah sakit" Pinta Kevin dan kami pun segera pergi menuju Rumah sakit.
Bella yang berada di pangkuanku masih belum sadarkan diri. Dan aku sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku benci kenyataan yang harus kuhadapi sekarang!
****
Keesokan harinya di pemakaman. Aku tak bersemangat. Tak ada semangat Natal yang mengalir di diriku hari ini. Hanya kesedihan yang kurasakan. Akhirnya aku pun duduk di kursi dekat pohon, kembali mengingat masa masa bersama Bella.
Tiba tiba seorang Pria menghampiriku. "Tn.Carter.."
"Oh Hey.." Jawabku seraya mengusap air mataku.
"Kau menangis?"
"Hmm tidak"
"Benarkah?"
"Yap.."
"Baguslah kalau begitu. Karna Bella akan bahagia jika kau tetap tersenyum.".."Oh ya, aku hanya ingin memberikan ini padamu." IA pun memberikan sebuah Amplop padaku.
"Selamat NAtal Tn.Carter.." Ia pun pergi meninggalkanku dan kau mulai membaca suratnya,
' Hey Carter ^_^
Apa kabarmu? Kuharap kau baik saja. Karan disini aku baik juga dan..akan lebih baik jika melihatmu tersenyum.
Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih sebanyak banyaknya padamu karna sudah menjadi mukjizat dihidupku. Dan Terima kasih sudah memberiku malam malam terakhir yang takkan pernah kulupakan. Mungkin sekarang kita memang terpisah. Tapi cinta kita tetap mengalir dalam darahmu. Namaku, kenangan, semua tentang kita masih berdegup di jantungmu. Jangan menangisiku. Kumohon!
Oh ya aku lupa, kalau aku belum memberitahumu soal keinginan terbesarku kan? Jadi apa kau ingin tahu? Keinginan terbesarku adalah melihatmu bahagia. Melihatmu menikah dengan orang lai nselain aku yang bisa membuatmu bahagia. Sederhana bukan?
JAdi apa kau mau mengabulkan keinginan terakhirku itu kan?
Jika iya, aku sangat berterima kasih padamu.
Aku mencintaimu Justin. AKu tetap hidup dihatimu. Dan aku akan tetap menajdi malaikatmu.
Isabella xxo '
Ku tutup surat itu dan berjalan menuju makam Bella.
"Bella..Aku takkan melupakanmu. Tapi aku akan mencoba mengabulkan keinginan terakhirmu. Tapi kau akan tetap selalu ada dihatiku. Cinat kita seperti angin, aku tak bisa melihatnya tapi aku masih bisa merasakannya. Ketikan aku membutuhkanmu, aku hanay tinggal menutup mataku dan kau ada disampingku. Aku yakin itu..."
Aku pun pergi dan berjalan menuju rumah. MEncoba merayakan Natal dengan penuh suka.
Dan..mungkin mencoba memulai untuk membuka hati kembali ^_^
Inilah kisahku. Kisah dimana saat orang yang benar benar merubah hidupku harus pergi meninggalkanku. Walau sulit mengikhlaskannya tapi aku harus melakukannya.
Isabella Moore, kau tetap menjadi malaikatku. Selamanya.
Special Performing By :
Dakota Fanning As Isabella Moore
Luke Benward As Justin Carter
Bella Throne As Laura Curtis
Austin Mahone As David Corbett
Jason Spevack As Ron Wright
Jake Short As Kevin Beneth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar