Tiba tiba saja seseorang berteriak memanggil
namaku dari kejauhan. Pria yang memanggilku itu keluar dari mobilnya.
“Justin!!”
Teriak David seraya menghampiriku.”Apa yang kau lakukan disini?”
“Aku
seharusnya menanyakan hal yang sama padamu” Tanyaku balik.
“Apa kau normal berjalan sendiri di pemakaman
dimalam hari yang sangat dingin ini?”
“Mungkin?” Jawabku acuh.
“Mau kemana?”
“Hmm, ikuti saja..” Ajakku membawanya ke sebuah taman kecil yang berada
di kuburan itu. Disana sudah terdapat peralatan yang akan ku gunakan untuk
membuat Teleskop.
“Oke, jadi
apa itu?”
“Ini peralatan
untuk membuat Teleskop”
“Teleskop?”
”Ya. Aku berencana membuat yang besar, untuk melihat Pluto bersama Bella”
”Ya. Aku berencana membuat yang besar, untuk melihat Pluto bersama Bella”
“Apa?”..”Hmm
maksudku maaf, soal gambar itu. Aku merasa brengsek sudah melakukan hal itu
pada Bella. Dia tak punya salah apapun padaku.” Jelasnya.
“Sudahlah. Aku
sudah melupakannya.”..”Hmm sebenarnya ada sesuatu yang ingin ku ceritakan
padamu..:” Ujarku sedikit ragu.
“Apa?”
“Kau tahu,
jika selama ini Bella mengidap suatu penyakit. Tepatnya Leukimia.” Seketika aku
tertunduk. ”Aku tahu penyakit itu belum ada obatnya, tapi..setidaknya aku harus
bisa membawanya berobat. Tapi masalahnya aku tak punya cukup uang, kau tahu kan aku tak pernah
menabung. Aku benar benar bingung memikirkan cara untuk bisa menyembuhkannya”
Ceritaku yang membuat David pun seketika menunduk.
“Aku tak
percaya dia punya penyakit yang sangat berat.”..”Aku tak bisa membantumu, tapi
mungkin yang lain bisa. Kau tahu kan
jika keluargaku baru saja mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk
mengeluarkan Ayahku dari penjara. Atau mungkin kau bisa minta bantuan Papahmu?”
“Apa? Aku harus
meminta bantuan Pria sialan itu?!”
“Bagaimanapun
juga dia itu Ayahmu. Dan dia kaya, pasti dia akan memberikan bantuan untukmu. Tak
ada salahnya kan
mencoba?”
“Tapi..bagaimana
kalau dia tidak memberikan uang? Dia mungkin akan menyangka jika aku
menggunakan uang itu untuk foya-foya.” Tuturku.
“Dia pasti
akan membantumu. Cobalah demi orang yang kau sayangi”.David menepuk nepuk
punggungku *puk-puk*. “Aku tak ingin melihatmu sedih kawan. Karna sampai
kapanpun kita tetap sahabat.” Kami berdua pun Toss diiringi dengan pelukan. Sedikit terharu dengan sikap David
yang masih mau menganggapku sahabat. Ternyata bersahabat itu memang tak
mengenal batas.
****
Keesokannya sepulang sekolah, aku menuruti kata David.
Menemui Ayah dan mencoba meminta bantuannya. Saat mendekati pintu, sedikit ragu
meminta bantuan orang yang sangat kita benci. Tapia pa dayaku, inilah yang
harus kulakukan untuk Bella.
*Tookkk…Tookkkk* “Papa buka pintunya!!!”
“Justin?
Hey ada apa kawan?”..”Ayo masuk” Katanya sambil menunjuk ke dalam sebagai
isyarat untuk menyuruhku masuk.
“Jangan
banyak basa basi!”..”Aku butuh bantuanmu sekarang!”
“Ada apa? Apa kau dan
Ibumu baik baik saja?”
“Ya kami
baik. Tapi ini mengenai pacarku, Bella”..”Dia…dia terkena kanker. Dan aku butuh
biaya untuk membantunya berobat.”
“Tapi…ayah
belum memiliki uang saat ini”
“Kalau
begitu lupakanlah, aku sudah menduga kau takkan memberikannya padaku!” Ketusku
seketika pergi meninggalkan Pria itu.
“Justin
tunggu…!!!” Teriaknya dari kejauhan tapi kuabaikan dan segera membawa sedanku melesat
pergi.
Saat sedang di kedai kopi sambil memikirkan
bagaimana cara untuk bisa mengobati penyakit Bella, tiba tiba saja 3 orang Pria
diiringi seorang wanita dibelakangnya menghampiriku. Saat sedang tertunduk lesu,
wanita itu menepuk punggungku dan ketiga Pria itu duduk mengelilingiku.
“Hey teman,
sudah mendatangi Ayahmu?” Tanya David.
“Sudah,” Jawabku
acuh dan masih tertunduk. “Dan ia tak memberikanku uang.”
“Aku sudah menduganya”
Celetuk Kevin yang seketika mulutnya disumbati sepotong Roti yang ada di meja oleh
Ron. “ssttttt” bisik Ron.
“Ya sudahlah
kami akan membantumu memberikan hari hari terbaik dalam hidup Bella. Karna kami
takkan bisa membantumu dengan uang” Ujar David. Aku hanya terdiam masih tertunduk
lesu.
“Hey berbahagialah,
jangan bersedih kawan. 4 hari lagi Natal kan . Jadi percayalah, jika
Tuhan punya kado special untukmu” Hibur Ron.
“Bicaralah,
tentangmu atau tentang Bella..” Pinta David.
“Dia adalah
orang yang paling baik yang kukenal”
“Aku mengerti,”..”Senang
bertemu denganmu kawan. Kami akan segera pergi, aku yakin kau ingin menghabiskan
waktu sendiri bukan?” Ujar David sambil menggiring Kevin dan Ron. “Lau, mau pergi
sekarang?” Tanyanya pada Laura yang daritadi masih terdiam.
“Nanti aku menyusul." Jawab Laura kemudian duduk di sampingku. Ia mengeluarkan beberapa foto dari dalam Tas-nya.
"Ini." Katanya sambil memberikan kertas kertas itu padaku. "Ini foto-foto waktu pementasan Drama. Dan Bella terlihat sangat cantik disini"
"Terima kasih ya,".."Ini sangat berharga untukku"
"Hmm, aku minta maaf soal foto itu." Katanya sedikit malu malu.
"Ah sudahlah, aku dan Bella sudah melupakan hal itu."
"Kurasa kau bersama orang yang sangat tepat untukmu" Ujarnya dengan senyum.
"Ya, aku bahkan tak tahu kenapa. Ia benar benar merubah segalanya. Ia sangat tepat untukku"
"Bagaimana perasaanmu saat ini?"
"Aku baik. Bagaimana denganmu?"
"Ya, aku juga baik.".."Hmm hanya itu yang ingin ku berikan padamu, jadi sepertinya aku harus pergi sekarang. Jika butuh bantuanku hubungi saja aku." Laura pun beranjak dari kursi. Belum jauh ia berjalan, aku berteriak memanggilnya "Laura. Terima kasih ya"
Ia membalasnya dengan senyum diiringi anggukan.
Aku senang karna semuanya kembali normal. Teman temanku kembali tanpa sedikit paksaan. Mereka memang sahabat terbaik.
****
Malam ini. Tepatnya dua malam sebelum natal tiba. Jadi pada intinya malam ini Seperti janjiku pada Bella. Aku akan membawanya ke sebuah tempat, dimana di tempat itu terdapat teleskop yang sangat besar yang berhasil ku buat dengan susah payah. Walaupun aku tidak tahu apakah teleskop ini akan berhasil dan berguna.
Butiran butiran Salju yang kini sedikit demi sedikit sudah
berhenti berjatuhan karna 2 hari lagi natal akan tiba. Aku senang karna mungkin
tahun ini Natalku akan lebih bermakna, dengan adanya Isabella Moore
disampingku.
“Kita akan kemana?” Tanya Bella dengan sedikit bersemangat.
“Kau akan membawaku kemana?”
“Kita akan melihat sesuatu yang sangat kau ingin lihat”
Jawabku masih menutupi kedua matanya dengan telapak tanganku.
“Benarkah? Oh aku senang sekali kalau begitu” Ujarnya lebih
bersemangat. Tak lama kami berjalan, akhirnya kami sampai di tempat yang
dituju. Bella begitu terkejut begitu melihat teleskop besar yang kini ada di
hadapannya.
“Oh Tuhan, kau..kau membuatnya?” Teriaknya bahagia. Ia tahu
jika ini buatanku, karna tidak cukup rapid an juga ada sedikit tambalan.
“Hmm ya, dan…aku harap kau menyukainya. Walaupun ini sangat
jelek” Jawabku malu.
“Jadi benar kau yang membuatnya? Ini sulit Justin. Tapi kau
berhasil melakukannya. Terima kasih sekali Justin.” Ujarnya seraya memelukku.
Aku hanya tersenyum dan tak kusangka setetes air mata jatuh di pundaku. Ya kuharap itu tetes air mata bahagia dari Bella.
"Tunggu dulu, apa yang akan kita lihat?" Tanyanya seraya melepaskan pelukannya.
"Pluto?"
"Tapi..bukankah itu hanya keluar saat matahari terbit?"
"Yaapp..".."Maka dari itu aku sudah membawa selimut, tikar untuk kita tidur, dan juga ada coklat hangat" Ujarku memperlihatkan semua barang tersebut.
"Hmm kita akan menginap disini?"
"Ya.. Kau keberatan? Atau Kau takut?"
"Ya. Maksudku aku senang. Aku sama sekali tak merasa takut. Ini akan menjadi malam terakhir dimana kau bisa tidur disampingku" Katanya sambil tersenyum dan melihat ke angkasa.
"Jangan berkata seperti itu! Kau tahu kan jika kita akan menikah! Kau akan tidur disampingku selamanya!" Sentakku kesal.
"Tidak.." Jawabnya kaku.
"Tidak? Maksudmu tidak? Kau tidak ingin menikah denganku?" Gumamku.
"Bukan begitu maksudku..."
"Lalu apa?" Sentakku lagi dan ternyata sentakanku kali ini membuatnya seketika terjatuh di pelukanku. Ternyata ia tak sadarkan diri! Oh Tuhan aku benar benar takut.
Saat itu juga aku membawanya masuk kedalam mobil lalu langsung membawanya ke rumah sakit.
****
Beberapa menit kemudian suster dari dalam Ruangan Bella keluar. Bella sudah siuman dan aku sudah boleh masuk menemuinya. Benar benar tak kusangka. Wajahnya begitu pucat. Bola matanya sedikit kekuning kuningan. Badannya kelihatan sangat lemah dan tidak berdaya. Ia hanya tersenyum sambil menatapku yang berada di dekat pintu.
Aku benar benar tak tahan melihat kondisi Bella. Aku langsung berlari memeluknya erat. Air mataku tak sanggup lagi ku bendung. Tubuhnya begitu dingin dan rasanya tak ingin kulepaskan pelukan ini.
"Justin, ku mohon lepaskan aku. Tubuhku sangat lemah jadi aku merasa kesakitan jika kau peluk seperti ini" Ujarnya pelan. Aku pun melepaskan pelukanku dan mencium keduan tangannya.
"Bella. Maafkan aku, ini semua karna aku menyentakmu. Maafkan aku."
"Ini bukan salahmu. Tapi ini yang dinamakan Takdir Tuhan. Terima kasih untuk segalanya. Terimakasih untuk semua kebahagian yang telah kau beri padaku." Jawabnya lembut. "Sekarang pulanglah. Ini sudah larut, kau pasti capek. Kunjungi aku besok saja. Besok kan malam natal, jadi aku ingin menari dan aku harap kau bisa mengabulkan permintaanku"
"Tidak! Aku tidak mau pulang. Aku hanya mau pulang jika kau sudah dinyatakan baik baik saja." Gerutuku dan masih tetap menggengam tangannya. Hingga akhirnya aku pun tertidur di rumah sakit itu dan tepatnya di samping Bella.
Aku benar benar berharap ini bukan malam terkahir dimana aku bisa tidur disampingnya.
"Aku mencintainya! sangat mencitainya!Tuhan berika ndia hidup! aku bersumpah takkan menyakitinya!" Jerit batinku.
NEXT PART 9 >>> (END)
"Tunggu dulu, apa yang akan kita lihat?" Tanyanya seraya melepaskan pelukannya.
"Pluto?"
"Tapi..bukankah itu hanya keluar saat matahari terbit?"
"Yaapp..".."Maka dari itu aku sudah membawa selimut, tikar untuk kita tidur, dan juga ada coklat hangat" Ujarku memperlihatkan semua barang tersebut.
"Hmm kita akan menginap disini?"
"Ya.. Kau keberatan? Atau Kau takut?"
"Ya. Maksudku aku senang. Aku sama sekali tak merasa takut. Ini akan menjadi malam terakhir dimana kau bisa tidur disampingku" Katanya sambil tersenyum dan melihat ke angkasa.
"Jangan berkata seperti itu! Kau tahu kan jika kita akan menikah! Kau akan tidur disampingku selamanya!" Sentakku kesal.
"Tidak.." Jawabnya kaku.
"Tidak? Maksudmu tidak? Kau tidak ingin menikah denganku?" Gumamku.
"Bukan begitu maksudku..."
"Lalu apa?" Sentakku lagi dan ternyata sentakanku kali ini membuatnya seketika terjatuh di pelukanku. Ternyata ia tak sadarkan diri! Oh Tuhan aku benar benar takut.
Saat itu juga aku membawanya masuk kedalam mobil lalu langsung membawanya ke rumah sakit.
****
Beberapa menit kemudian suster dari dalam Ruangan Bella keluar. Bella sudah siuman dan aku sudah boleh masuk menemuinya. Benar benar tak kusangka. Wajahnya begitu pucat. Bola matanya sedikit kekuning kuningan. Badannya kelihatan sangat lemah dan tidak berdaya. Ia hanya tersenyum sambil menatapku yang berada di dekat pintu.
Aku benar benar tak tahan melihat kondisi Bella. Aku langsung berlari memeluknya erat. Air mataku tak sanggup lagi ku bendung. Tubuhnya begitu dingin dan rasanya tak ingin kulepaskan pelukan ini.
"Justin, ku mohon lepaskan aku. Tubuhku sangat lemah jadi aku merasa kesakitan jika kau peluk seperti ini" Ujarnya pelan. Aku pun melepaskan pelukanku dan mencium keduan tangannya.
"Bella. Maafkan aku, ini semua karna aku menyentakmu. Maafkan aku."
"Ini bukan salahmu. Tapi ini yang dinamakan Takdir Tuhan. Terima kasih untuk segalanya. Terimakasih untuk semua kebahagian yang telah kau beri padaku." Jawabnya lembut. "Sekarang pulanglah. Ini sudah larut, kau pasti capek. Kunjungi aku besok saja. Besok kan malam natal, jadi aku ingin menari dan aku harap kau bisa mengabulkan permintaanku"
"Tidak! Aku tidak mau pulang. Aku hanya mau pulang jika kau sudah dinyatakan baik baik saja." Gerutuku dan masih tetap menggengam tangannya. Hingga akhirnya aku pun tertidur di rumah sakit itu dan tepatnya di samping Bella.
Aku benar benar berharap ini bukan malam terkahir dimana aku bisa tidur disampingnya.
"Aku mencintainya! sangat mencitainya!Tuhan berika ndia hidup! aku bersumpah takkan menyakitinya!" Jerit batinku.
NEXT PART 9 >>> (END)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar