Selasa, 10 April 2012

Its not Dreaming, its just to a Remember ( ˘з(ˆvˆ) (PART 7)

            "Justin apa kau bersama Bella?".."Justin hati hatilah, dia anak seornag pendeta" Ujar Ibu yang sudah berdiri di depan pintu kamarku.
"Ibu, kumohon..."
"Tapi, Dia berbeda."
"Ya, dia berbeda".."Lebih baik ada yang berbeda darinya." Ujarku.
"Aku menemukan sebuah kertas di Celanamu, 'Sebuah keinginan masuk fakultas kedokteran. Dan menikahi Isabella Moore'..".."Sayang itu cita cita yang baik, maksudku untuk menjadi seorang dokter kau harus berusaha keras" 
"Ya aku tahu, dan aku yakin bisa melakukannya. Bella yakin padaku." 
"Ibu tahu, tapi.."
"Dia ingin merubahku. Menjadi sosok pria yang lebih baik.".."Sekarang biarkan aku tidur. Aku sangat lelah". Kataku sambil mencium kening Ibu dan masuk ke dalam kamar, "Selamat malam, aku mencintaimu"


            Pagi ini udara begitu dingin menggigit. Butiran butiran salju yang turun mengubah jalanan dan yang ada disekitarnya berubah menjadi putih. Ya, ini adalah 5 hari menjelang Natal, maka dari itu salju mulai berjatuhan. Dengan berselimutkan mantel tebal aku segera keluar dari dalam rumah dan hendak pergi kesekolah. Walaupun perasaanku masih sedikit dirundung duka, mengenai pengakuan Bella semalam. Namun aku harus tetap pergi kesekolah, walaupun cuaca juga tak mengizinkan. Aku benar benar tak habis pikir. Haruskah ini semua terjadi? Disaat aku benar benar menginginkan, menyayangi dan mencintai seseorang, tapi orang itu suatu saat harus meninggalkanku.Ya..aku sangat berharap malam Natal kali ini aku bisa bersamanya, berdua dibawah daun mistletoe seperti pasangan pasangan lain.
             Jalanan pagi ini tak terkendali. Salju salju yang menggumpal di jalanan sedikit menghalangi dan membuat jalanan macet. Dari Blaukpunt terdengar alunan sebuah lagu yang pertama kali ku dengar saat berada dalam mobil Bella. Because You Loved Me yang dialunkan Celine dion begitu menyentuh hatiku. Itu adalah kenangan pertama yang ku ukir bersama Bella. Sambil menunggu jalanan kembali stabil, setetes demi setetes air mataku berjatuhan. "Oh Sial! Seharusnya aku tidak menangis!" Ujarku sambil mengusap tetes tetes air mata yang tak berhenti membasahi pipiku.
            Tak lama kemudian jalanan kembali stabil, sedanku pun kembali meluncur dijalanan bersalju itu.
Sesampainya di tempat parkir, ku lihat seorang Gadis yang ternyata baru turun dari Van mini coklat. Dan itu adalah Bella yang baru saja diantarkan Ayahnya. Aku hanya mengintip dari jendela mobilku, tak berani keluar untuk menghampirinya. Karna jika aku menatap wajahnya, rasa bersalah itu datang. Mungkin memasng seharusnya ia tak bertemu denganku atau berteman denganku. Karna kesedihanku inilah yang akan membuatnya semakin tersiksa.
Namun gadis berambut coklat terurai itu menghampiri mobilku. Dan aku sedikit acuh saat ia mengetuk ngetuk kaca mobilku. "Justin.."
Sambil sedikit memalingkan wajah, ku usap kembali air mataku yang tiba tiba berjatuhan lagi. Setelah itulah barulah kubuka kan kaca jendelaku. "Ada apa?" Tanyaku sedikit acuh.
"Kau menangis ya? Kok matamu sembab begitu sih?" Ujar Bella sambil tersenyum manis. Oh Tuhan aku semakin tak mampu menahan air mata ini. 
"Tidak! Aku tidak menangis".."Sekarang pergilah sana. Aku tidak akan masuk kelas, aku akan membolos dengan teman temanku." Kataku sedikit kasar. Ia hanya terbelongo dan terdiam melihat sikapku dan ucapanku tadi. Sekali lagi ku sentak dia, "Ku bilang pergi! Ini sudah Bel, nanti kau kesiangan! Sekarang pergilah!"
Ia masih terdiam dan terbelongo, hingga akhirnya setetes air mata menetes di pipinya. Tanpa berkutip apapun ia pergi dari hadapanku.
Mungkin aku memang jahat, tapi aku benar benar tak ingin membuatnya semakin tersiksa. Karna jika ia masih bersamaku itu akan membuatnya menderita. Sangat menderita.


            Aku benar benar tak berani menemuinya lagi. Aku pun segera pergi ke kedai kopi dekat sekolah, dan disana ada kelompokku. Maksudku mantan kelompokku. Mereka menatapku tajam dan aku berusaha mengacuhkannya.
Salah satu dari mereka menghampiriku, dan itu adalah Laura.
"Jus..." Sapanya sedikit malu."tin.."
Aku hanya terdiam sambil menundukan kepalaku. Berharap Laura tak melihat mata sembabku. Namun ia malah semakin memperhatikanku. Ia menaikkan daguku dan mulai menyentuh mataku.
"Matamu kenapa..." Tanyanya lembut. Tanpa berkutip apapun, aku melemparkan tangannya dari mataku dan kembali menunduk.
Ia hanya terbelongo, sampai seorang Pria dari kejauhan memanggilnya, "Lau..sini! Ia sudah tak menganggapmu." David berteriak sambil bangikt dari kursinya dan menyuruh Laura untuk meninggalkanku. Sampai akhirnya Laura meninggalkanku sendirian lagi.


           Beberapa lama kemudian, ku tinggalkan kedai dan masuk kedalam lingkungan sekolah. Duduk sendirian di taman belakang sekolah sambil diiringi alunan lagu lagu klasik. Tiba tiba saja seseorang dari menepuk pundaku. Wangi tubuhnya yang khas sudah melekat pada hidungku, ya itu adalah Bella. AKu sedikit kaget saat ia duduk disampingku.
"Justin, kenapa kau menjauhiku?" Tanyan lembut. Aku hanya teridiam dan menundukan kepalaku.
"Apa kau takut tertular penyakitku?".
"Tidak. sama sekali tidak. Aku tak pernah takut tertular olehmu, aku hanya..."
"Hanya apa?"
"Aku hanya tak mau melihatmu tersiksa jika kau terus bersamaku. Karna jika kau bersamaku, kau akan semakin sulit menerima penyakitmu itu" Jelasku kemudian menggengam tangannya.
"Oh ya? Kau takut itu..?" Katanya tertawa. "Justin dengarlah, satu satunya hal yang paling membuatku adalah jauh darimu. Dan aku benar benar ingin menghabiskan sisa hidupku hanya bersamamu" Sambungnya dengan senyum.
Aku hanya tersenyum melihatnya. "Benarkah? Tapi.." Kataku terpotong olehnya.
"Tapi apa? Sekarang nikmatilah hidup.".."Hidup kita" Jelasnya.
           Aku mulai berpikiran untuk mengabulkan segala keinginan keinginannya dan membuatnya bahagia seketika.


****
             Malam ini aku pergi mengunjungi rumah Bella. Mengajaknya pergi tapi bukan kencan. Hanya sedikit berjalan jalan malam.
"Kita mau kemana?" Tanyanya yang saat itu kututupi matanya.
"Tadaaaa" Teriakku bersemangat dan menunjukan suatu tempat yang  sebenarnya ingin Bella kunjungi. Sebuah taman kecil yang ditenganhnya terdapat air mancur yang sangat indah. Namun karna saat ini sedang turun salju, maka tempat ini sedikit tertutupi benda putih itu.
"Mungkin ini bukan tempat yang ada di buku, yang pernah kau tunjukan padaku. Tapi percayalah tempat ini sangat mirip kan?" Kataku sambil melemparkan bulatan bola salju pada Bella.
"Oh Tuhan ini benar benar tempat yang indah.." Katanya sambil membalasku dengan melemparkan bulatan bola salju.
Kami pun bermain lempar bola salju tanpa sedikitpun rasa dingin ataupun takut. Malam itu begitu indah. Tak ada satu pun yang bisa menghancurkan malamku dan Bella. Ia terlihat sangat bahagia. Begitu pun aku, aku merasa sangat senang bisa melihatnya tertawa lepas seperti ini. Bagaikan tak ada sedikitpun beban atau penyakit yang kini mengancam hidupnya. Kami berdua berlarian bebas dibawah bintang bintang dan juga butiran butiran salju yang juga ikut menghiasi malam kami. 
"Apa kau senang?" Tanyaku masih sambil tertawa.
"Apa kau bercanda?".."Tentu saja aku amat sangat senang malam ini" Teriaknya penuh semangat.


   "Justin....." Teriaknya penuh semangat dan terdengar lebih kencang.
   "Bella......" Balasku berteriak lebih kencang.
   "Aku mencintaimu..." Secara spontan kami berdua berteriak semakin kencang sampai mengalahkan suara katak dan suara jangkrik yang tak hentinya membuat malam semakin syahdu.


"Mau pakai yang mana?" Tanyaku sambil menunjukan sekotak penuh stiker yang mirip sebuah tattto. "Mau kupu kupu, bungan, kucing, hati..atau huruf "
"Aku ingin huruf 'J & I' boleh?" Tanyanya sambil menunjuk huruf huruf itu.
"Tentu saja boleh".."Dimana ingin ditempelkannya?" 
"Di sini" Ujarnya sambil menunjuk belakang pundaknya. Ia membuka sedikit baju hangatnya dibagian pundak dan ku tempelkan stiker yang mirip seperti tatto itu padanya.
"Hebat. Akhirnya aku bisa memakai tatto".."Ya walaupun ini hanya pura pura dan buka asli tapi terima kasih ya" Ujarnya seketika memelukku.
"Bagaimana kau bisa melihat tempat seperti ini...dan punya moment seperti ini, dan masih tak percaya KuasaNya?" Ujarnya seraya melepaskan pelukannya.
"Kau beruntung punya keyakinan itu." Jawabku.
"Seperti angin ini.Aku tak bisa melihatnya, tapi bisa kurasakan." Katanya lagi.
"Apa yang kau rasakan?"
"Aku merasakan kekaguman, keindahan......kegembiaraan, dan cinta.".."Maksudku itu inti dari segalanya."
"Dan kau punya cinta. Cinta dariku, tidakkah kau merasakannya?" Kataku yang membuatnya terdiam tersipu malu.
"Bella, kurasa kita harus pulang. Ini sudah larut" Ujarku mengajaknya pulang. 

             Kami berdua segera masuk kedalam mobil dan kubawa Bella pulang. Terlihat rumahnya sangat sepi. Ku rasa ayahnya tak ada dirumah. Sebelum ia masuk, kami bercakap cakap dulu sebentar.
"Aku juga, aku sangat mencintaimu. Jangan pernah meragukanku"
"Aku ingin menciummu" Kataku seraya memegangi kedua pipinya.

"Aku pasti buruk dalam hal itu" Jawabnya. Aku tak perduli, semakin kudekatkan wajahku padanya seperti hendak menciumnya. Namun tiba tiba..
"Bella, Ucapkan selamat malam pada Tn. Carter" Sentak Ayah Bella dari depan pintu.
"Justin, pulanglah. Sudah larut." Pinta Bella
"Baiklah. Selamat malam Bella..".."Selamat malam pak" Ujarku kemudian pergi meninggalkan anak dan Ayah itu.


****
            Keesokannya di sekolah Bella menghampiriku yang sedang minum kopi di kedai yang biasanya kukunjungi.
"Hey.." Katanya.
"Hey, apa yang kau bawa?" Jawabku sambil melihat sebuah buku yang dibawanya.
"Jangan kuatir, ini bukan injil. Ini milik ibuku. Ini kutipan dari buku-buku favoritnya...dan kutipan dari orang-orang terkenal."
"Ini pemikirannya?"
"Bukan. Ayo bukalah.." Pintanya seraya memberikan buku itu padaku.
"Baiklah.." Jawabku seraya membuka halaman demi halaman buku itu. "Bagi dunia, mungkin kamu hanyalah seorang manusia. Tapi bagi kekasihmu, mungkin kamu adalah dunia. Bill Wilson"
"Coba baca yang ini.."Seru Bella menunjukan jarinya pada kutipan yang lain.
"Oke".."Cinta adalah kunci utama yang membuka semua pintu kebahagiaan"
"Itu adalah Oliver Wendell Holmes" Ucap Bella.
"Ya, aku selalu merasa dia itu orang pintar" Jawabku. "Oh iya coba baca yang ini..." Pintaku sambil menunjuk kutipan yang lain.
"Cinta itu selalu sabar dan baik.." Ucap Bella
"Cinta tak pernah cemburu.."Sambungku.
"Cinta tak pernah sombong dan angkuh..." Sambungnya.
"Cinta tak pernah kasar dan egois.." Lanjutku.
"Tak mudah tersinggung dan penuh benci." Tutupnya. "Kau tahu Justin, apa yang ku temukan darimu?"
"Apa?" Tanyaku.
"Mungkin Tuhan...mungkin ia punya rencana yang lebih besar dari rencanaku. Seperti..."
"Seperti kamu yang dikirimkan oleh Tuhan untuk memperbaiki hidupku" Lanjutku. Ia hanya tersenyum seraya menggenggam tanganku.
"Dan Tuhan mengirimkanmu untukku adalah untuk membantuku melewati hidupku, dan membuat penyakitku terasa lebih ringan.".."Kau malaikatku Justin.."
Sepatah dua patah kata yang keluar dari mulutnya benar benar membuatku merasa tersentuh. 






NEXT PART 8 >>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar