"Hey Nak, tumben pagi sekali sudah bangun. Mau kemana?" Tanya seorang Pria yang sedang duduk di ruang tengah. Ya, itu adalah orang yang seharusnya ku panggil Ayah.
"Bukan urusanmu!" Jawabku acuh, kemudian kembali sibuk mencari kunci mobilku.
"Justin! Bersikaplah sopan padaku!" Teriak Pria itu sambil bangkit berdiri dan hendak menghampiriku.
"Apa yang kau mengerti tentang sopan?! Kau yang mengajariku seperti ini!" Balasku sembari melemparkan tangannya yang saat itu memegangi tanganku.
"Aku ini Ayahmu! Bersikaplah semestinya padaku!" Teriaknya kembali.
"Haruskah? Mungkin dulu kau memang Ayahku, tapi tidak untuk saat ini!" Kataku sambil hendak pergi meninggalkannya, namun ia menarik bajuku.
"Dengarlah Anak muda, kau takkan bisa melanjutkan hidupmu tanpaku! Aku ini masih Ayahmu!"
Seketika ku lepaskan tangannya yang memegang erat bajuku. "Oh ya? Dengan mengirimiku Cek tiap bulan tak menjadikanmu sebagai Ayahku, orang tua!". Seketika aku pun pergi meninggalkan Pria itu lalu pergi dengan mobilku.
Oke, mungkin aku anak yang durhaka. Tapi ia adalah Ayah yang paling berdosa karna ia meninggalkanku dan Ibuku saat usiaku masih 5tahun. Kau tahu, itu adalah usia dimana seorang anak sangat membutuhkan peran seorang Ayah. Dan yang membuatku sangat marah padanya adalah karna ia meninggalkanku dan Ibu karna adanya wanita lain. Dan ia lebih memilih wanita itu daripada aku dan Ibu. Jadi jangan salahkan aku jika kini aku menjadi sangat berandal, karna kedalam sanalah aku melampiaskan kekecewaanku.
Oke sudah basa basinya. Akhirnya aku dan sedan merahku mendarat di sekolah. Entah mengapa sekolah kelihatan ramai. Padahal biasanya hanya orang orang baik saja yang mau datang di hari sabtu, yaitu untuk melakukan kegiatan kegiatan positif tepatnya.
Aku segera memarkirkan mobilku di tempat parkiran biasanya. Terlihat tempat parkiran pun cukup penuh, ya karna murid tingkat 1 atau 2 pun bebas membawa kendaraan pribadinya pada hari sabtu karna tak ada yang mengawasi.
Aku pun segera berjalan memasuki koridor sekolah, saat memasuki daerah mading, disana aku melihat selebaran yang bergambarkan wanita memakai pakaian sexy dan wajah dalam gambar itu sepertinya ku kenali. Dan ternyata memang benar, itu adalah foto Bella!
"Sialan! Ini pasti pekerjaan mereka!" Geramku sambil meremas kertas itu dan berlari ke kanti, karna pasti ada hal yang tak beres disana.
Ternyata memang benar, di kantin sangat ramai oleh suara tawa seluruh orang di ruangan itu. Terkecuali seorang wanita ber-sweater merah muda yang sedang menangis sambil menghadap pada teman temanku. Wanita seketika menoleh dan langsung kutangkap lalu kupeluk sangat erat dengan penuh perasaan. Ku biarkan ia meluapkan air matanya di bahuku. "Luapkanlah sesukamu."
Setelah beberapa lama kulepaskan pelukannya dengan pelan, "Tetap disini. Jangan kemana mana" Kataku lalu menghampiri teman temanku yang dari tadi memerhatikanku.
"Apa yang kau mau dariku!" Geramku sambil mengepalkan kedua tangaku.
"Hey teman, aku sama sekali tak tahu ternyata ia suka bergaya sexy" Jawab David santai.
"Apa yang kau mau dariku!" Teriakku dan lebih mempererat kepalan tanganku.
"Hey santailah teman.." Ujar David kemudian bangkit dari kursinya.
"Teman? Pertemanan kita selesai! Kita tak usah berteman lagi SELAMANYA!" Ketusku sambil menunjukan telinjukku padanya kemudian langsung berjalan menghampiri Bella.
Namun David memang tak pernah kalah, ia malah mendorongku dan membuatku semakin marah.
"David hentikan!" Teriak Laura yang menghampiriku dan mencoba memelukku.
"Diamlah!".."Dengar, ini tentangku dan bukan urusanmu!" Teriakku sambil melepaskan tangan wanita itu dari pinggangku.
"Kau membuat kesalahan Justin!" Teriak David dan kuacuhkan.
Aku segera menghampiri Bella yang terlihat heran dan masih sedikit terisak isak.
"Ayo kita pergi dari sini!" Ujarku dan membawanya pergi dari tempat sialan ini.
"Hei dasar pengecut! Pecundang kau!" Teriak David sekali lagi.
Aku membawanya ke taman belakang sekolah dan mencoba menenagkannya. Kuusap air mata yang membasahi kedua pipinya dengan penuh perasaan. Aku benar benar merasa..kesal dan marah jika wanita ini di sakiti. Aku tahu betul jika gambar itu bukan asli, itu adalah pekerjaan mereka. Mereka memang hebat menedit foto. Dan perbuatan mereka itu benar benar membuatku marah, bahkan entah mengapa kini aku lebih memilih wanita ini daripada teman temanku. Wanita ini telah memperbaiki hidupku, tapi teman temanku, mereka malah semakin menghancurkan hidupku.
"Hey sudah jangan menangis.." Kataku sambil memegangi pipinya dan memberikan senyum terbaikku. Ia hanya tersenyum dan sedikit tersipu malu.
"Bella, aku minta maaf Oke." Kataku.
"Mereka itu memang binatang kan?" Sambungku. "Kau mau ku antarkan pulang?"
Ia hanya terdiam dan sedikit memalingkan wajahnya dariku, kemudian ku pegangi pipinya dan kuarahkan wajahnya padaku. "Kau yakin baik baik saja?"
"Ya aku baik" Jawabnya pelan. "Justin..Terima kasih atas semuanya" Sambungnya kemudian tersenyum padaku.
Aku pun membalas senyumnya dan menggengam tanagnnya, "Ya. Sama sama..".."Oh ya Bella, aku ingin menanyakan sesuatu padamu"
"Apa?"
"Maukah kau pergi keluar denganku malam ini?"
"Maaf aku tak bisa" Katanya seketika melepaskan genggamanku dan bangkit dari duduknya.
"Kenapa? Apa ada sesuatu yang harus kulakukan untuk bisa pergi denganmu?"
"Tidak. Maksudku bukan begitu.." Jawabnya dengan wajah penuh sesal.
"Lalu apa?" Tanyaku sambil bangkit juga dari dudukku.
"Aku..".."Aku tidak boleh kencan" Jawabnya sedikit ragu.
Aku mulai berfikir untuk meminta izin Ayahnya, walaupun aku tahu jika ayahnya tak menyukaiku dan akan menolak permintaanku. Tapi..Akan ku lakukan apapun tuk bisa berkencan dengannya.
****
Singkat cerita sore harinya aku segera mendatangi Gereja dimana Ayah Bella bekerja. Di Gereja sangat sepi, hanya ada seorang Pria berdiri di podium sambil berdoa. Sebenarnya aku takut ini akan menganggunya, namun aku harus tetap melakukannya. Ini salah satu bentuk pengorbananku untuk bisa mendapatkan hati Bella.
"Ada yang bisa ku bantu anak muda?" Tanya Pria itu kemudian turun dari atas podium.
"Ya Pak..".."Sebenarnya aku ingin mengajak puterimu keluar malam ini, seperti kencan.."
"Itu tidak dimungkinkan" Jawabnya dengan memasang ekspresi wajah yang akan marah.
"Tapi..tanpa mengurangi rasa hormatku pada bapa, saya mohon agar bapa mau mempertimbangkannya kembai.." Pintaku sekali lagi.
"Dengan rasa hormatku, Tn.Carter, aku telah membuat keputusan."..."Keluarlah dari pintu kau masuk tadi.." Jawabnya sambil kembali berjalan ke podium.
"Aku minta maaf aku tidak memperlakukan Bella dengan baik selama ini.".."Dia berhak mendapatkan yang lebih dari itu. Aku minta pada Bapak hal yang sama...yang Bapak ajarkan pada kami setiap hari di gereja. Dan keyakinan itu.." Jelasku panjang lebar yang sedikit terpotong oleh izinnya.
"Cukup nak. Baiklah, aku mengizinkanmu. Tapi jangan menyakitinya"
"Baiklah. Sekali lagi atas rasa hormatku, aku sangat berterima kasih kepada anda. Anda memang orang yang bijaksana" Kataku dan langsung pergi dari gereja itu.
Malam harinya, aku menjemput Bella di rumahnya. Ia pun keluar dari rumahnya dengan didampingi Ayahnya. Dengan berbalutkan dress merah diatas lutut, ia benar benar terlihat cantik dipadukan dengan rambutnya yang ia biarkan terurai panjang. Ia terlihat sangat natural"Kau cantik malam ini sayang.." Ujarku sambil mengantarnya masuk ke dalam mobil. "Terima kasih.." Jawabnya dengan senyum. Aku pun masuk ke dalam mobil dan duduk disampingnya lalu menyetir sedanku menuju sebuah cafe romantis yang didalamnya terdapat banyak orang orang yang sedang memadu kasih.
Singkat cerita kami sampai di cafe tersebut dan aku segera menggandeng Bella memasuki cafe tersebut. Kami pun duduk di bangku belakang yang letaknya sangat strategis dan juga romantis.
"Aku benar benar tidak percaya kau meminta izin darinya.." Kata Bella dibaluti sedikit tawa.
"Itulah aku, tak pernah menyerah sebelum mendapatkan apapun yang ku mau" Jawabku juga dengan sedikit tawa.
"Dan aku benar benar tak percaya bisa berada di tempat ini denganmu. ORang paling popular di sekolah. Dan cafe ini..." Ujarnya yang terpotong olehku.
"Kenapa? Kau tak suka?"
"Tidak, maksudku. Cafe ini sangat romantis dan aku sangat menyukainya".."Terima kasih Justin, terimakasih. karna kau sudah memberikan malam terbaik dalam hidupku. Sebelumnya aku tak pernah berkencan, Ayah tak pernah membiarkanku pergi dengan Pria. Ia sangat memprotect-ku."
"Jadi, aku adalah pria pertama yan gberhasil membawamu kencan?"
"Tepatnya seperti itu.." Jawabnya dengan senyum malu malu.
"Jadi..mau pesan apa?" Tanyaku
"Hmm..terserah kau saja."
"Baiklah.."
Aku segera memesankan makanan terbaik pada malam ini untuknya. Aku benar benar tak mau mengecewakannya. Mungkin kali ini aku benar benar merasakan apa itu jatuh cinta. Dan kali ini tak seperti mantan mantan pacarku sebelumnya. Aku benar benar tulus mencintainya, ia sangat berbeda. Ia benar benar tlah merubah hidupku dan memperbaiki hidupku. Mungkin Tuhan telah memberikan malaikatnya untukku. Bella, dia adalah malaikat dalam hidupku. Malaikat yang akan membawaku pada Jalan yang benar.
"Hmm, justin mau berdansa?" Ajaknya.
"Maaf, aku tidak bisa dansa."
"Aku juga. Maksudku, tidak biasa berdansa didepan orang."
"Tidak, maksudku, aku sama sekali tidak bisa. Aku tak bisa."
"Semua orang bisa berdansa..".."Ayolah, kau tak seburuk itu.".."Kumohon. Untukku justin.." Pintanya dengan penuh mohon. "Ayolahh..."
"Maaf, aku sudah bilang aku tak bisa."
"Kau sudah mengatakannya tadi."
"Ya sudah" Jawabku penuh sesal. Sebenarnya aku ingin menemaninya berdansa tapi aku benar benar tak bisa berdansa. "maafkan aku Bella, aku benar benar tak bisa berdansa"
"Oh ya, kau belum mengatakan keinginan terbesarmu padaku. Jadi apa itu?"
"Aku ingin menikah di Gereja tempat Ibuku dibesarkan" JAwabnya sembari tersenyum. Aku pun hanya tersenyum membalasnya.
Singkat cerita kami selesai makan dan segera meninggalkan Cafe ini. Aku tak ingin membawanya pulang, karna kau masih ingin bersamanya.
Akhirnya aku membawanya ke sebuah taman yang indah. Taman ini adalah tempat dimana Ayah dan Ibuku bertemu dan akhirnya menjalin cinta sampai akhirnya menikah, walau akhirnya bercerai. Tapi aku dan Bella, aku berharap tak akan ada apapun yang memisahkan kami.
"Kita dimana? Tempat ini benar benar indah.." Ujarnya terkagum sambil menatapi langit langit.
"Ini adalah tempat Ayah dan Ibuku bertemu, mereka saling jatuh cinta, dan mereka menjalin cinta lalu akhirnya menikah."
"Oh..Hebat" Jawabnya masih memandangi langit langit.
"Kau tahu, kau adalah wanita pertama yang ku ajak ke tempat ini."
"Benarkah?"
"Ya, aku bersumapah.." Kataku sambil menjulurkan jariku membentuk huruf "V"
"Aku tersanjung.." Katanya yang tersenyum sambil masih melihat langit langit.
"Jadi..Kau adalah orang special bagiku Bella..."
"Maksudmu?" Tanyanya heran kemudian memandangku.
"Ya, maksudku..".."Aku..".."Aku jatuh cinta padamu Bella" Ujarku sambil menggenggam kedua tangannya kemudia mencium tangannya.
"Justin lepaskan.." Katanya sambil melepaskan genggaman tanganku. "Kau sudah janji padaku! Kau takkan pernah jatuh cinta padaku!"
"Ya aku tahu, aku mengingkari janjiku! Tapi aku benar benar jatuh cinta padamu. Aku mencintaimu Bella!" Teriakku. "Apa itu salah?! Kenapa kau tak pernah membiarkan seseorang mencintaimu?! Kenapa?!"
"Karna aku tak mau seorangpun sedih! Aku tak mau seorang pun merasa kehilangan aku!"
"Maksudmu?" Tanyaku mulai heran.
"Ya, aku sakit!" Jawabnya ketus.
"Sakit? Aku akan mengantarmu pulang, kau akan..."
"Bukan itu Justin!!" Teriaknya sampai meneteskan air mata. "Aku sakit! Aku menderita Leukemia"
"Tidak. Kamu masih 17 tahun, kau sempurna. Kau bohong..." Ujarku yang tak masih tak percaya. Setetes demi setetes air mata ku mulai keluar, Oh aku benar benar merasa sedikit lemah.
"Aku tidak bohong Justin. Aku mengetahuinya 2 tahun lalu. Aku sudah menghentikan berbagai pengobatan"
"Kenapa kau tak bilang padaku! Aku bisa membantumu berobat! Kau tahu kan Ayahku adalah seorang dokter!" Teriakku kesal. Aku benar benar marah padanya. Sebab ia tak pernah mengatakan tentang ini padaku, karna jika ia mengatakan sebelumnnya padaku, mungkin aku bisa membantunya berobat dan mungkin ia akan sembuh.
"Dokter bilang aku harus hidup normal, sebisaku. Aku tidak ingin semua orang| menjadi aneh berada didekatku." Jawabnya dengan air mata yang membanjiri pipinya.
"Termasuk Aku?!"
"Ya, khususnya kamu! Aku tak ingin merepotkanmu!" Jawabnya terisak isak. "Selama ini aku baik-baik saja, Justin. Aku menerimanya, dan kemudian kau datang! Aku tak punya alasan|untuk marah kepada Tuhan!"
"Tapi seharusnya kau..." Ujarku yang terpotong olehnya.
"Maafkan aku Justin, aku harus pulang sekarang" Katanya sambil mengusap air mata di pipinya, kemudia pergi meninggalkanku.
Aku hanya melamun sendirian. Aku seperti tak tahu arah. Mungkin seharusnya aku tak membawanya ke tempat ini, karna dengan datang ke tempat ini, ini akan membuat aku dan Bella terpisah.
Kali ini aku benar benar marah kepada Tuhan! Mengapa disaat ia memberikan Malaikat padaku, ia malah membawa malaikat itu kembali?! Kembali padanya!
Pikiranku mulai kacau. Aku pun segera pulang ke rumah dan memikirkan cara untuk bisa tetap bersamanya, dan aku harus memikirkan cara untuk membuatnya bahagia!
Aku tahu jika penyakit ini sampai sekarang belum ada obatnya, tpai aku yakin Bella akan sembuh! Ia akan menikah denganku dan ia akan hidup bahagia denganku!
NEXT PART 7 >>
(Apa yang akan Justin lakukan setelah mengetahui keadaan Bella saat ini? Apakah ia akan mencari wanita lain dan berpaling, atau...ia akan tetap memperjuangkan cintanya?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar