Selasa, 10 April 2012

Its not Dreaming, its just to a Remember ( ˘з(ˆvˆ) (PART 7)

            "Justin apa kau bersama Bella?".."Justin hati hatilah, dia anak seornag pendeta" Ujar Ibu yang sudah berdiri di depan pintu kamarku.
"Ibu, kumohon..."
"Tapi, Dia berbeda."
"Ya, dia berbeda".."Lebih baik ada yang berbeda darinya." Ujarku.
"Aku menemukan sebuah kertas di Celanamu, 'Sebuah keinginan masuk fakultas kedokteran. Dan menikahi Isabella Moore'..".."Sayang itu cita cita yang baik, maksudku untuk menjadi seorang dokter kau harus berusaha keras" 
"Ya aku tahu, dan aku yakin bisa melakukannya. Bella yakin padaku." 
"Ibu tahu, tapi.."
"Dia ingin merubahku. Menjadi sosok pria yang lebih baik.".."Sekarang biarkan aku tidur. Aku sangat lelah". Kataku sambil mencium kening Ibu dan masuk ke dalam kamar, "Selamat malam, aku mencintaimu"


            Pagi ini udara begitu dingin menggigit. Butiran butiran salju yang turun mengubah jalanan dan yang ada disekitarnya berubah menjadi putih. Ya, ini adalah 5 hari menjelang Natal, maka dari itu salju mulai berjatuhan. Dengan berselimutkan mantel tebal aku segera keluar dari dalam rumah dan hendak pergi kesekolah. Walaupun perasaanku masih sedikit dirundung duka, mengenai pengakuan Bella semalam. Namun aku harus tetap pergi kesekolah, walaupun cuaca juga tak mengizinkan. Aku benar benar tak habis pikir. Haruskah ini semua terjadi? Disaat aku benar benar menginginkan, menyayangi dan mencintai seseorang, tapi orang itu suatu saat harus meninggalkanku.Ya..aku sangat berharap malam Natal kali ini aku bisa bersamanya, berdua dibawah daun mistletoe seperti pasangan pasangan lain.
             Jalanan pagi ini tak terkendali. Salju salju yang menggumpal di jalanan sedikit menghalangi dan membuat jalanan macet. Dari Blaukpunt terdengar alunan sebuah lagu yang pertama kali ku dengar saat berada dalam mobil Bella. Because You Loved Me yang dialunkan Celine dion begitu menyentuh hatiku. Itu adalah kenangan pertama yang ku ukir bersama Bella. Sambil menunggu jalanan kembali stabil, setetes demi setetes air mataku berjatuhan. "Oh Sial! Seharusnya aku tidak menangis!" Ujarku sambil mengusap tetes tetes air mata yang tak berhenti membasahi pipiku.
            Tak lama kemudian jalanan kembali stabil, sedanku pun kembali meluncur dijalanan bersalju itu.
Sesampainya di tempat parkir, ku lihat seorang Gadis yang ternyata baru turun dari Van mini coklat. Dan itu adalah Bella yang baru saja diantarkan Ayahnya. Aku hanya mengintip dari jendela mobilku, tak berani keluar untuk menghampirinya. Karna jika aku menatap wajahnya, rasa bersalah itu datang. Mungkin memasng seharusnya ia tak bertemu denganku atau berteman denganku. Karna kesedihanku inilah yang akan membuatnya semakin tersiksa.
Namun gadis berambut coklat terurai itu menghampiri mobilku. Dan aku sedikit acuh saat ia mengetuk ngetuk kaca mobilku. "Justin.."
Sambil sedikit memalingkan wajah, ku usap kembali air mataku yang tiba tiba berjatuhan lagi. Setelah itulah barulah kubuka kan kaca jendelaku. "Ada apa?" Tanyaku sedikit acuh.
"Kau menangis ya? Kok matamu sembab begitu sih?" Ujar Bella sambil tersenyum manis. Oh Tuhan aku semakin tak mampu menahan air mata ini. 
"Tidak! Aku tidak menangis".."Sekarang pergilah sana. Aku tidak akan masuk kelas, aku akan membolos dengan teman temanku." Kataku sedikit kasar. Ia hanya terbelongo dan terdiam melihat sikapku dan ucapanku tadi. Sekali lagi ku sentak dia, "Ku bilang pergi! Ini sudah Bel, nanti kau kesiangan! Sekarang pergilah!"
Ia masih terdiam dan terbelongo, hingga akhirnya setetes air mata menetes di pipinya. Tanpa berkutip apapun ia pergi dari hadapanku.
Mungkin aku memang jahat, tapi aku benar benar tak ingin membuatnya semakin tersiksa. Karna jika ia masih bersamaku itu akan membuatnya menderita. Sangat menderita.


            Aku benar benar tak berani menemuinya lagi. Aku pun segera pergi ke kedai kopi dekat sekolah, dan disana ada kelompokku. Maksudku mantan kelompokku. Mereka menatapku tajam dan aku berusaha mengacuhkannya.
Salah satu dari mereka menghampiriku, dan itu adalah Laura.
"Jus..." Sapanya sedikit malu."tin.."
Aku hanya terdiam sambil menundukan kepalaku. Berharap Laura tak melihat mata sembabku. Namun ia malah semakin memperhatikanku. Ia menaikkan daguku dan mulai menyentuh mataku.
"Matamu kenapa..." Tanyanya lembut. Tanpa berkutip apapun, aku melemparkan tangannya dari mataku dan kembali menunduk.
Ia hanya terbelongo, sampai seorang Pria dari kejauhan memanggilnya, "Lau..sini! Ia sudah tak menganggapmu." David berteriak sambil bangikt dari kursinya dan menyuruh Laura untuk meninggalkanku. Sampai akhirnya Laura meninggalkanku sendirian lagi.


           Beberapa lama kemudian, ku tinggalkan kedai dan masuk kedalam lingkungan sekolah. Duduk sendirian di taman belakang sekolah sambil diiringi alunan lagu lagu klasik. Tiba tiba saja seseorang dari menepuk pundaku. Wangi tubuhnya yang khas sudah melekat pada hidungku, ya itu adalah Bella. AKu sedikit kaget saat ia duduk disampingku.
"Justin, kenapa kau menjauhiku?" Tanyan lembut. Aku hanya teridiam dan menundukan kepalaku.
"Apa kau takut tertular penyakitku?".
"Tidak. sama sekali tidak. Aku tak pernah takut tertular olehmu, aku hanya..."
"Hanya apa?"
"Aku hanya tak mau melihatmu tersiksa jika kau terus bersamaku. Karna jika kau bersamaku, kau akan semakin sulit menerima penyakitmu itu" Jelasku kemudian menggengam tangannya.
"Oh ya? Kau takut itu..?" Katanya tertawa. "Justin dengarlah, satu satunya hal yang paling membuatku adalah jauh darimu. Dan aku benar benar ingin menghabiskan sisa hidupku hanya bersamamu" Sambungnya dengan senyum.
Aku hanya tersenyum melihatnya. "Benarkah? Tapi.." Kataku terpotong olehnya.
"Tapi apa? Sekarang nikmatilah hidup.".."Hidup kita" Jelasnya.
           Aku mulai berpikiran untuk mengabulkan segala keinginan keinginannya dan membuatnya bahagia seketika.


****
             Malam ini aku pergi mengunjungi rumah Bella. Mengajaknya pergi tapi bukan kencan. Hanya sedikit berjalan jalan malam.
"Kita mau kemana?" Tanyanya yang saat itu kututupi matanya.
"Tadaaaa" Teriakku bersemangat dan menunjukan suatu tempat yang  sebenarnya ingin Bella kunjungi. Sebuah taman kecil yang ditenganhnya terdapat air mancur yang sangat indah. Namun karna saat ini sedang turun salju, maka tempat ini sedikit tertutupi benda putih itu.
"Mungkin ini bukan tempat yang ada di buku, yang pernah kau tunjukan padaku. Tapi percayalah tempat ini sangat mirip kan?" Kataku sambil melemparkan bulatan bola salju pada Bella.
"Oh Tuhan ini benar benar tempat yang indah.." Katanya sambil membalasku dengan melemparkan bulatan bola salju.
Kami pun bermain lempar bola salju tanpa sedikitpun rasa dingin ataupun takut. Malam itu begitu indah. Tak ada satu pun yang bisa menghancurkan malamku dan Bella. Ia terlihat sangat bahagia. Begitu pun aku, aku merasa sangat senang bisa melihatnya tertawa lepas seperti ini. Bagaikan tak ada sedikitpun beban atau penyakit yang kini mengancam hidupnya. Kami berdua berlarian bebas dibawah bintang bintang dan juga butiran butiran salju yang juga ikut menghiasi malam kami. 
"Apa kau senang?" Tanyaku masih sambil tertawa.
"Apa kau bercanda?".."Tentu saja aku amat sangat senang malam ini" Teriaknya penuh semangat.


   "Justin....." Teriaknya penuh semangat dan terdengar lebih kencang.
   "Bella......" Balasku berteriak lebih kencang.
   "Aku mencintaimu..." Secara spontan kami berdua berteriak semakin kencang sampai mengalahkan suara katak dan suara jangkrik yang tak hentinya membuat malam semakin syahdu.


"Mau pakai yang mana?" Tanyaku sambil menunjukan sekotak penuh stiker yang mirip sebuah tattto. "Mau kupu kupu, bungan, kucing, hati..atau huruf "
"Aku ingin huruf 'J & I' boleh?" Tanyanya sambil menunjuk huruf huruf itu.
"Tentu saja boleh".."Dimana ingin ditempelkannya?" 
"Di sini" Ujarnya sambil menunjuk belakang pundaknya. Ia membuka sedikit baju hangatnya dibagian pundak dan ku tempelkan stiker yang mirip seperti tatto itu padanya.
"Hebat. Akhirnya aku bisa memakai tatto".."Ya walaupun ini hanya pura pura dan buka asli tapi terima kasih ya" Ujarnya seketika memelukku.
"Bagaimana kau bisa melihat tempat seperti ini...dan punya moment seperti ini, dan masih tak percaya KuasaNya?" Ujarnya seraya melepaskan pelukannya.
"Kau beruntung punya keyakinan itu." Jawabku.
"Seperti angin ini.Aku tak bisa melihatnya, tapi bisa kurasakan." Katanya lagi.
"Apa yang kau rasakan?"
"Aku merasakan kekaguman, keindahan......kegembiaraan, dan cinta.".."Maksudku itu inti dari segalanya."
"Dan kau punya cinta. Cinta dariku, tidakkah kau merasakannya?" Kataku yang membuatnya terdiam tersipu malu.
"Bella, kurasa kita harus pulang. Ini sudah larut" Ujarku mengajaknya pulang. 

             Kami berdua segera masuk kedalam mobil dan kubawa Bella pulang. Terlihat rumahnya sangat sepi. Ku rasa ayahnya tak ada dirumah. Sebelum ia masuk, kami bercakap cakap dulu sebentar.
"Aku juga, aku sangat mencintaimu. Jangan pernah meragukanku"
"Aku ingin menciummu" Kataku seraya memegangi kedua pipinya.

"Aku pasti buruk dalam hal itu" Jawabnya. Aku tak perduli, semakin kudekatkan wajahku padanya seperti hendak menciumnya. Namun tiba tiba..
"Bella, Ucapkan selamat malam pada Tn. Carter" Sentak Ayah Bella dari depan pintu.
"Justin, pulanglah. Sudah larut." Pinta Bella
"Baiklah. Selamat malam Bella..".."Selamat malam pak" Ujarku kemudian pergi meninggalkan anak dan Ayah itu.


****
            Keesokannya di sekolah Bella menghampiriku yang sedang minum kopi di kedai yang biasanya kukunjungi.
"Hey.." Katanya.
"Hey, apa yang kau bawa?" Jawabku sambil melihat sebuah buku yang dibawanya.
"Jangan kuatir, ini bukan injil. Ini milik ibuku. Ini kutipan dari buku-buku favoritnya...dan kutipan dari orang-orang terkenal."
"Ini pemikirannya?"
"Bukan. Ayo bukalah.." Pintanya seraya memberikan buku itu padaku.
"Baiklah.." Jawabku seraya membuka halaman demi halaman buku itu. "Bagi dunia, mungkin kamu hanyalah seorang manusia. Tapi bagi kekasihmu, mungkin kamu adalah dunia. Bill Wilson"
"Coba baca yang ini.."Seru Bella menunjukan jarinya pada kutipan yang lain.
"Oke".."Cinta adalah kunci utama yang membuka semua pintu kebahagiaan"
"Itu adalah Oliver Wendell Holmes" Ucap Bella.
"Ya, aku selalu merasa dia itu orang pintar" Jawabku. "Oh iya coba baca yang ini..." Pintaku sambil menunjuk kutipan yang lain.
"Cinta itu selalu sabar dan baik.." Ucap Bella
"Cinta tak pernah cemburu.."Sambungku.
"Cinta tak pernah sombong dan angkuh..." Sambungnya.
"Cinta tak pernah kasar dan egois.." Lanjutku.
"Tak mudah tersinggung dan penuh benci." Tutupnya. "Kau tahu Justin, apa yang ku temukan darimu?"
"Apa?" Tanyaku.
"Mungkin Tuhan...mungkin ia punya rencana yang lebih besar dari rencanaku. Seperti..."
"Seperti kamu yang dikirimkan oleh Tuhan untuk memperbaiki hidupku" Lanjutku. Ia hanya tersenyum seraya menggenggam tanganku.
"Dan Tuhan mengirimkanmu untukku adalah untuk membantuku melewati hidupku, dan membuat penyakitku terasa lebih ringan.".."Kau malaikatku Justin.."
Sepatah dua patah kata yang keluar dari mulutnya benar benar membuatku merasa tersentuh. 






NEXT PART 8 >>>

Its not Dreaming, its just to a Remember ( ˘з(ˆvˆ) (PART 6)

          "Hey Nak, tumben pagi sekali sudah bangun. Mau kemana?" Tanya seorang Pria yang sedang duduk di ruang tengah. Ya, itu adalah orang yang seharusnya ku panggil Ayah.
"Bukan urusanmu!" Jawabku acuh, kemudian kembali sibuk mencari kunci mobilku.
"Justin! Bersikaplah sopan padaku!" Teriak Pria itu sambil bangkit berdiri dan hendak menghampiriku.
"Apa yang kau mengerti tentang sopan?! Kau yang mengajariku seperti ini!" Balasku sembari melemparkan tangannya yang saat itu memegangi tanganku.
"Aku ini Ayahmu! Bersikaplah semestinya padaku!" Teriaknya kembali.
"Haruskah? Mungkin dulu kau memang Ayahku, tapi tidak untuk saat ini!" Kataku sambil hendak pergi meninggalkannya, namun ia menarik bajuku.
"Dengarlah Anak muda, kau takkan bisa melanjutkan hidupmu tanpaku! Aku ini masih Ayahmu!"
Seketika ku lepaskan tangannya yang memegang erat bajuku. "Oh ya? Dengan mengirimiku Cek tiap bulan tak menjadikanmu sebagai Ayahku, orang tua!". Seketika aku pun pergi meninggalkan Pria itu lalu pergi dengan mobilku.
            Oke, mungkin aku anak yang durhaka. Tapi ia adalah Ayah yang paling berdosa karna ia meninggalkanku dan Ibuku saat usiaku masih 5tahun. Kau tahu, itu adalah usia dimana seorang anak sangat membutuhkan peran seorang Ayah. Dan yang membuatku sangat marah padanya adalah karna ia meninggalkanku dan Ibu karna adanya wanita lain. Dan ia lebih memilih wanita itu daripada aku dan Ibu. Jadi jangan salahkan aku jika kini aku menjadi sangat berandal, karna kedalam sanalah aku melampiaskan kekecewaanku.
Oke sudah basa basinya. Akhirnya aku dan sedan merahku mendarat di sekolah. Entah mengapa sekolah kelihatan ramai. Padahal biasanya hanya orang orang baik saja yang mau datang di hari sabtu, yaitu untuk melakukan kegiatan kegiatan positif tepatnya.
Aku segera memarkirkan mobilku di tempat parkiran biasanya. Terlihat tempat parkiran pun cukup penuh, ya karna murid tingkat 1 atau 2 pun bebas membawa kendaraan pribadinya pada hari sabtu karna tak ada yang mengawasi.
Aku pun segera berjalan memasuki koridor sekolah, saat memasuki daerah mading, disana aku melihat selebaran yang bergambarkan wanita memakai pakaian sexy dan wajah dalam gambar itu sepertinya ku kenali. Dan ternyata memang benar, itu adalah foto Bella!
"Sialan! Ini pasti pekerjaan mereka!" Geramku sambil meremas kertas itu dan berlari ke kanti, karna pasti ada hal yang tak beres disana.
Ternyata memang benar, di kantin sangat ramai oleh suara tawa seluruh orang di ruangan itu. Terkecuali seorang wanita ber-sweater merah muda yang sedang menangis sambil menghadap pada teman temanku. Wanita seketika menoleh dan langsung kutangkap lalu kupeluk sangat erat dengan penuh perasaan. Ku biarkan ia meluapkan air matanya di bahuku. "Luapkanlah sesukamu." 
Setelah beberapa lama kulepaskan pelukannya dengan pelan, "Tetap disini. Jangan kemana mana" Kataku lalu menghampiri teman temanku yang dari tadi memerhatikanku.
"Apa yang kau mau dariku!" Geramku sambil mengepalkan kedua tangaku.
"Hey teman, aku sama sekali tak tahu ternyata ia suka bergaya sexy" Jawab David santai.
"Apa yang kau mau dariku!" Teriakku dan lebih mempererat kepalan tanganku.
"Hey santailah teman.." Ujar David kemudian bangkit dari kursinya.
"Teman? Pertemanan kita selesai! Kita tak usah berteman lagi SELAMANYA!" Ketusku sambil menunjukan telinjukku padanya kemudian langsung berjalan menghampiri Bella.
Namun David memang tak pernah kalah, ia malah mendorongku dan membuatku semakin marah.
"David hentikan!" Teriak Laura yang menghampiriku dan mencoba memelukku.
"Diamlah!".."Dengar, ini tentangku dan bukan urusanmu!" Teriakku sambil melepaskan tangan wanita itu dari pinggangku.
"Kau membuat kesalahan Justin!" Teriak David dan kuacuhkan.


Aku segera menghampiri Bella yang terlihat heran dan masih sedikit terisak isak.
"Ayo kita pergi dari sini!" Ujarku dan membawanya pergi dari tempat sialan ini. 


"Hei dasar pengecut! Pecundang kau!" Teriak David sekali lagi.


        Aku membawanya ke taman belakang sekolah dan mencoba menenagkannya. Kuusap air mata yang membasahi kedua pipinya dengan penuh perasaan. Aku benar benar merasa..kesal dan marah jika wanita ini di sakiti. Aku tahu betul jika gambar itu bukan asli, itu adalah pekerjaan mereka. Mereka memang hebat menedit foto. Dan perbuatan mereka itu benar benar membuatku marah, bahkan entah mengapa kini aku lebih memilih wanita ini daripada teman temanku. Wanita ini telah memperbaiki hidupku, tapi teman temanku, mereka malah semakin menghancurkan hidupku.
"Hey sudah jangan menangis.." Kataku sambil memegangi pipinya dan memberikan senyum terbaikku. Ia hanya tersenyum dan sedikit tersipu malu.
"Bella, aku minta maaf Oke." Kataku.
"Mereka itu memang binatang kan?" Sambungku. "Kau mau ku antarkan pulang?"
Ia hanya terdiam dan sedikit memalingkan wajahnya dariku, kemudian ku pegangi pipinya dan kuarahkan wajahnya padaku. "Kau yakin baik baik saja?"
"Ya aku baik" Jawabnya pelan. "Justin..Terima kasih atas semuanya" Sambungnya kemudian tersenyum padaku.
Aku pun membalas senyumnya dan menggengam tanagnnya, "Ya. Sama sama..".."Oh ya Bella, aku ingin menanyakan sesuatu padamu"
"Apa?"
"Maukah kau pergi keluar denganku malam ini?"
"Maaf aku tak bisa" Katanya seketika melepaskan genggamanku dan bangkit dari duduknya.
"Kenapa? Apa ada sesuatu yang harus kulakukan untuk bisa pergi denganmu?"
"Tidak. Maksudku bukan begitu.." Jawabnya dengan wajah penuh sesal.
"Lalu apa?" Tanyaku sambil bangkit juga dari dudukku.
"Aku..".."Aku tidak boleh kencan" Jawabnya sedikit ragu.
Aku mulai berfikir untuk meminta izin Ayahnya, walaupun aku tahu jika ayahnya tak menyukaiku dan akan menolak permintaanku. Tapi..Akan ku lakukan apapun tuk bisa berkencan dengannya.


****
      Singkat cerita sore harinya aku segera mendatangi Gereja dimana Ayah Bella bekerja. Di Gereja sangat sepi, hanya ada seorang Pria berdiri di podium sambil berdoa. Sebenarnya aku takut ini akan menganggunya, namun aku harus tetap melakukannya. Ini salah satu bentuk pengorbananku untuk bisa mendapatkan hati Bella.
"Ada yang bisa ku bantu anak muda?" Tanya Pria itu kemudian turun dari atas podium.
"Ya Pak..".."Sebenarnya aku ingin mengajak puterimu keluar malam ini, seperti kencan.."
"Itu tidak dimungkinkan" Jawabnya dengan memasang ekspresi wajah yang akan marah.
"Tapi..tanpa mengurangi rasa hormatku pada bapa, saya mohon agar bapa mau mempertimbangkannya kembai.." Pintaku sekali lagi.
"Dengan rasa hormatku, Tn.Carter, aku telah membuat keputusan."..."Keluarlah dari pintu kau masuk tadi.." Jawabnya sambil kembali berjalan ke podium.
"Aku minta maaf aku tidak memperlakukan Bella dengan baik selama ini.".."Dia berhak mendapatkan yang lebih dari itu. Aku minta pada Bapak hal yang sama...yang Bapak ajarkan pada kami setiap hari di gereja. Dan keyakinan itu.." Jelasku panjang lebar yang sedikit terpotong oleh izinnya.
"Cukup nak. Baiklah, aku mengizinkanmu. Tapi jangan menyakitinya"
"Baiklah. Sekali lagi atas rasa hormatku, aku sangat berterima kasih kepada anda. Anda memang orang yang bijaksana" Kataku dan langsung pergi dari gereja itu.


           Malam harinya, aku menjemput Bella di rumahnya. Ia pun keluar dari rumahnya dengan didampingi Ayahnya. Dengan berbalutkan dress merah diatas lutut, ia benar benar terlihat cantik dipadukan dengan rambutnya yang ia biarkan terurai panjang. Ia terlihat sangat natural"Kau cantik malam ini sayang.." Ujarku sambil mengantarnya masuk ke dalam mobil. "Terima kasih.." Jawabnya dengan senyum. Aku pun masuk ke dalam mobil dan duduk disampingnya lalu menyetir sedanku menuju sebuah cafe romantis yang didalamnya terdapat banyak orang orang yang sedang memadu kasih.
Singkat cerita kami sampai di cafe tersebut dan aku segera menggandeng Bella memasuki cafe tersebut. Kami pun duduk di bangku belakang yang letaknya sangat strategis dan juga romantis.
"Aku benar benar tidak percaya kau meminta izin darinya.." Kata Bella dibaluti sedikit tawa.
"Itulah aku, tak pernah menyerah sebelum mendapatkan apapun yang ku mau" Jawabku juga dengan sedikit tawa. 
"Dan aku benar benar tak percaya bisa berada di tempat ini denganmu. ORang paling popular di sekolah. Dan cafe ini..." Ujarnya yang terpotong olehku.
"Kenapa? Kau tak suka?"
"Tidak, maksudku. Cafe ini sangat romantis dan aku sangat menyukainya".."Terima kasih Justin, terimakasih. karna kau sudah memberikan malam terbaik dalam hidupku. Sebelumnya aku tak pernah berkencan, Ayah tak pernah membiarkanku pergi dengan Pria. Ia sangat memprotect-ku."
"Jadi, aku adalah pria pertama yan gberhasil membawamu kencan?"
"Tepatnya seperti itu.." Jawabnya dengan senyum malu malu.
"Jadi..mau pesan apa?" Tanyaku
"Hmm..terserah kau saja."
"Baiklah.."
         Aku segera memesankan makanan terbaik pada malam ini untuknya. Aku benar benar tak mau mengecewakannya. Mungkin kali ini aku benar benar merasakan apa itu jatuh cinta. Dan kali ini tak seperti mantan mantan pacarku sebelumnya. Aku benar benar tulus mencintainya, ia sangat berbeda. Ia benar benar tlah merubah hidupku dan memperbaiki hidupku. Mungkin Tuhan telah memberikan malaikatnya untukku. Bella, dia adalah malaikat dalam hidupku. Malaikat yang akan membawaku pada Jalan yang benar.
"Hmm, justin mau berdansa?" Ajaknya.
"Maaf, aku tidak bisa dansa."
"Aku juga. Maksudku, tidak biasa berdansa didepan orang."
"Tidak, maksudku, aku sama sekali tidak bisa. Aku tak bisa."
"Semua orang bisa berdansa..".."Ayolah, kau tak seburuk itu.".."Kumohon. Untukku justin.." Pintanya dengan penuh mohon. "Ayolahh..."
"Maaf, aku sudah bilang aku tak bisa."
"Kau sudah mengatakannya tadi."
"Ya sudah" Jawabku penuh sesal. Sebenarnya aku ingin menemaninya berdansa tapi aku benar benar tak bisa berdansa. "maafkan aku Bella, aku benar benar tak bisa berdansa"
"Oh ya, kau belum mengatakan keinginan terbesarmu padaku. Jadi apa itu?"
"Aku ingin menikah di Gereja tempat Ibuku dibesarkan" JAwabnya sembari tersenyum. Aku pun hanya tersenyum membalasnya.
        Singkat cerita kami selesai makan dan segera meninggalkan Cafe ini. Aku tak ingin membawanya pulang, karna kau masih ingin bersamanya.
Akhirnya aku membawanya ke sebuah taman yang indah. Taman ini adalah tempat dimana Ayah dan Ibuku bertemu dan akhirnya menjalin cinta sampai akhirnya menikah, walau akhirnya bercerai. Tapi aku dan Bella, aku berharap tak akan ada apapun yang memisahkan kami.
"Kita dimana? Tempat ini benar benar indah.." Ujarnya terkagum sambil menatapi langit langit.
"Ini adalah tempat Ayah dan Ibuku bertemu, mereka saling jatuh cinta, dan mereka menjalin cinta lalu akhirnya menikah."
"Oh..Hebat" Jawabnya masih memandangi langit langit.
"Kau tahu, kau adalah wanita pertama yang ku ajak ke tempat ini."
"Benarkah?"
"Ya, aku bersumapah.." Kataku sambil menjulurkan jariku membentuk huruf "V"
"Aku tersanjung.." Katanya yang tersenyum sambil masih melihat langit langit.
"Jadi..Kau adalah orang special bagiku Bella..."
"Maksudmu?" Tanyanya heran kemudian memandangku.
"Ya, maksudku..".."Aku..".."Aku jatuh cinta padamu Bella" Ujarku sambil menggenggam kedua tangannya kemudia mencium tangannya.
"Justin lepaskan.." Katanya sambil melepaskan genggaman tanganku. "Kau sudah janji padaku! Kau takkan pernah jatuh cinta padaku!"
"Ya aku tahu, aku mengingkari janjiku! Tapi aku benar benar jatuh cinta padamu. Aku mencintaimu Bella!" Teriakku. "Apa itu salah?! Kenapa kau tak pernah membiarkan seseorang mencintaimu?! Kenapa?!"
"Karna aku tak mau seorangpun sedih! Aku tak mau seorang pun merasa kehilangan aku!"
"Maksudmu?" Tanyaku mulai heran.
"Ya, aku sakit!" Jawabnya ketus.
"Sakit? Aku akan mengantarmu pulang, kau akan..."
"Bukan itu Justin!!" Teriaknya sampai meneteskan air mata. "Aku sakit! Aku menderita Leukemia"
"Tidak. Kamu masih 17 tahun, kau sempurna. Kau bohong..." Ujarku yang tak masih tak percaya. Setetes demi setetes air mata ku mulai keluar, Oh aku benar benar merasa sedikit lemah.
"Aku tidak bohong Justin. Aku mengetahuinya 2 tahun lalu. Aku sudah menghentikan berbagai pengobatan"
"Kenapa kau tak bilang padaku! Aku bisa membantumu berobat! Kau tahu kan Ayahku adalah seorang dokter!" Teriakku kesal. Aku benar benar marah padanya. Sebab ia tak pernah mengatakan tentang ini padaku, karna jika ia mengatakan sebelumnnya padaku, mungkin aku bisa membantunya berobat dan mungkin ia akan sembuh.
"Dokter bilang aku harus hidup normal, sebisaku. Aku tidak ingin semua orang| menjadi aneh berada didekatku." Jawabnya dengan air mata yang membanjiri pipinya.
"Termasuk Aku?!"
"Ya, khususnya kamu! Aku tak ingin merepotkanmu!" Jawabnya terisak isak. "Selama ini aku baik-baik saja, Justin. Aku menerimanya, dan kemudian kau datang! Aku tak punya alasan|untuk marah kepada Tuhan!"
"Tapi seharusnya kau..." Ujarku yang terpotong olehnya.
"Maafkan aku Justin, aku harus pulang sekarang" Katanya sambil mengusap air mata di pipinya, kemudia pergi meninggalkanku.
Aku hanya melamun sendirian. Aku seperti tak tahu arah. Mungkin seharusnya aku tak membawanya ke tempat ini, karna dengan datang ke tempat ini, ini akan membuat aku dan Bella terpisah. 
Kali ini aku benar benar marah kepada Tuhan! Mengapa disaat ia memberikan Malaikat padaku, ia malah membawa malaikat itu kembali?! Kembali padanya!
Pikiranku mulai kacau. Aku pun segera pulang ke rumah dan memikirkan cara untuk bisa tetap bersamanya, dan aku harus memikirkan cara untuk membuatnya bahagia!
Aku tahu jika penyakit ini sampai sekarang belum ada obatnya, tpai aku yakin Bella akan sembuh! Ia akan menikah denganku dan ia akan hidup bahagia denganku!




NEXT PART 7 >>


(Apa yang akan Justin lakukan setelah mengetahui keadaan Bella saat ini? Apakah ia akan mencari wanita lain dan berpaling, atau...ia akan tetap memperjuangkan cintanya?)

Sabtu, 07 April 2012

Its not Dreaming, its just to a Remember ( ˘з(ˆvˆ) (PART 5)

           Selama beberapa hari kedepan aku mencoba mengahafal skrip ini sendiri. Walaupun agak sulit, tapi setidaknya sebelum Bella marah padaku, ia sudah mengajariku beberapa step agar bisa mengahafal skrip ini dengan mudah.
Karna ini hari Sabtu, seperti biasa aku harus mengajar tutor. Namun kali ini Eric memintaku untuk berhenti mengajarkan matematika padanya. Ia bilang aku payah dalam matematika, dan aku hebat dalam Basket. Jadi ia memintaku untuk mengajarinya Basket.
Saat aku sedang berada di lapangan Basket sendirian, tiba tiba saja Eric mendatangiku.
"Justin, bisakah kau mengajariku?" Pinta Eric.
"Apa?" Jawabku yang masih asyik dengan bola yang kupegang,
"Ajariku.." Pintanya sambil tersenyum.
"Aku rasa kau tahu jawabannya.Oke. Kamu, aku dan keranjang basketnya." Ujarku.
"Kita membentuk tiga sudut dari segitiga" Jawabnya yang masih bingung.
"Bingung? selangkah lagi ke depan" Pintaku.
"Apa aku berada disudut yang sama denganmu dan keranjang basket seperti sebelumnya?" Tanyaku
"Ya.."
"Apa kau sudah mengerti sekarang?" Tanyaku.
"Hmm..Ya"
"Jadi apa yang baru saja kita buat?"
"Segitiga sama kaki..".."Oh kau hebat Justin! Kau benar benar mengajariku" Gumamnya sambil tersenyum.
Aku pun membalas senyumnya dan melemparkan Bola Basket yang ku pegang padanya, "Ambilah..".."Cukup sampai sini belajarnya. ayo kita bermain.."
             Lalu kami pun bermain seperti semestinya. Entah mengapa aku merasa nyaman bermain bersama anak anak. Aku benar benar merasa hebat. Aku merasa..perubahan dalam diriku yang tiba tiba datang. Aku tak pernah bergabung dengan teman teman kelompokku lagi. Aku tak pernah datang ke pesta dan lebih sering menghabiskan waktuku di Club drama bersama orang orang baik dan bukan pecundang!
Hari ini sepulang mengajari mengajar Eric. Aku tak langsung pulang ke rumah. Aku berniat menjenguk Josh, yang kabarnya sekarang mulai membaik.
Ia dirawat di rumah sakit yang tak berada jauh dari sekolah. Saat ku temui, Josh kelihatan masih kesal padaku.
Aku mendekatinya, namun ia mencoba memalingkan wajahnya dariku.
"Hey Josh..".."Hmm..aku kesini untuk minta maaf"
"Kau tidak merasa bersalah sedikitpun waktu itu.." Jawabnya ketus.
"Oke mungkin dulu aku begitu, tapi sekarang aku merasa seperti berengsek." Jawabku dengan sedikit tawa.
"Kau tahu, dulu aku merasa sangat ingin menjadi temanmu, Tapi sekarang..Aku benar benar muak dengan kalian" Ujarnya masih sedikit ketus.
"Oke. Mungkin sekarang aku merasa benar benar jahat, saat aku menyuruhmu melompat dan bilang jika aku akan melompat juga. Tapi aku bohong, dan aku merasa seperti Brengsek yang sangat Brengsek.".."Apa itu sakit?" Tanyaku.
"Ya, sangat sakit. seperti di Neraka" Jawabnya sambil tertawa.
"Jadi..Mau memaafkanku?" Tanyaku masih dengan senyum.
"Ya, tentu. Aku bukan pendendam.." 
"Bagus.".."Sampai bertemu di sekolah.." Ujarku sambil Toss dengannya, lalu pergi dari rumah sakit.


           Saat keluar dari Rumah sakit. Ku lihat Bella dengan mobilnya menungguku. Ia melambaikan tangannya padaku dan kini aku membalasnya. Aku segera berlari ke arahnya.
"Bella...Apa yang kau lakukan disini?"
"Aku melihatmu. Aku melihat perubahan dalam dirimu. Jadi..." Ucapnya yang terpotong olehku.
"Mau memaafkanku?" Sambungku.
"Tentu. Ayo latihan bersama.." Ajaknya. Dan kami pun segera pergi kerumahnya untuk Latihan bersama.
Ternyata Bella mau memaafkanku dan selama beberapa hari menuju pementasan, aku dan dia berlatih bersama. 
Hingga akhirnya waktu pementasan Tiba. Aku begitu gugup saat melihat begitu banyak penonton yang melihat pementasan drama ini. Ternyata banyak juga orang yang memintati drama ini. Saat ku lihat sekeliling ternyata benar di barisan paling depan sudah ada teman temanku yang datang, dan untungnya tanpa tomat untuk di lempar.
Ibuku pun menonton pementasan ini, dan duduk tepat di sebelah ayah Bella. 
Ini benar benar mendebarkan. Pementasanku yang pertama, dan aku tak boleh mengecewakan siapapun. Terutama Bella, ia yang sudah susah payah mengajariku. Kini aku harus memberikannya yang terbaik.
           Pementasan ini pun dimulai. Tiba tiba saja rasa gugupku hilang saat bermain dengan lawan mainku yang pertama yaitu Alice yang berperan sebagai kekasihku. Dan tiba tiba juga hatiku mulai berdegup kencang, saat dipasangkan dengan lawan mainku selanjutnya, yaitu Bella. Ia mulai memainkan jari jarinya di sebuah piano dengan lagu yang dulu pernah ku dengar saat berada di mobilnya, itu adalah lagu dari Shania Twain yang berjudul "Your Still The One.". Setelah selesai dengan lagunya, ia menghampiriku. DAn kami pun berciuman. Ya memang sebenarnya adegan itu tak ada dalam naskah. Dan seketika setelah kami berciuman, hiruk pikik mulai terdengar, penonton langsung bertepuk tangan. Dan alhasil, pementasan kali ini benar benar berhasil dan sukses.
Di belakang panggung ibuku dan pemain yang lainnya memberikan selamat padkau, begitu pula Bu Maria.
"Oh sayang, aku tak percaya. Itu bagus sekali.." Ujar Ibu dan langsung memelukku, "Benar benar sebuah perubaha sayang.."
"Oh ibu terima kasih, tapi..tolonglah hentikan. Aku malu" Ucapku dengan melepaskan pelukan Ibu, karna aku merasa sedikit malu.
"Aku tertarik dengan Aktingmu. Tidak bagus tapi tidak jelek juga, kau menarik Justin. Selamat!" Peluk Bu Maria.
Dan tiba tiba saja seorang Pria paruh Baya mendatangiku dan memelukku sambil memberi selamat, "Kau hebat Nak". Itu adalah Ayahku. aku langsung melepaskan pelukannya, dan bersikap acuh tak acuh.
"Apa yang papa lakukan disini?"
"Tentu saja menontonmu. walaupun hanya sebentar".."Ayo kita makan bersama"
"Aku tidak lapar" Jawabku acuh dan pergi darinya.
"Justin jangan pergi!" Teriak ayah dari jauh.
"Ayah yang mengajariku begitu!" Balsku dari jauh dengan acuh.
          
****
          Penampilanku semalam seperti memberi perubahan bagiku. Saat ku masuki kantin, orang orang disana menatapku. Begitu pula Laura yang menatapku tajam. 
"Oh tuhan lihat siapa yang datang" Bisik Ron.
"Jangan menatapnya sepert itu Lau," Bisik David.
"Sepertinya ia tidak ingin duduk bersama kita" Sambung Kevin yang juga berbisik.
Namun sudahlah, tak ku pedulikan mereka. Aku hanya mendatangi meja Nomer 18 yang disana terdapat Bella dengan buku bukunya.
"Hey.." Sapaku pada gadis bermata Coklat itu.
"Justin, apa yang kau lakukan disini..".."Orang orang akan melihatmu dan itu akan merusak reputasimu.." Bisiknya.
"Sudahlah, lupakan orang orang. anggap saja diruangan ini hanya ada kita berdua"
"Justin sepertinya teman temanmu tak suka jika kau denganku" Bisiknya sambil melihat sekeliling yang dari tadi memperhatikan kami.
"Ku bilang, jangan pikirkan mereka"
"Pergilah.." Usirnya.
"Bella, dengarlah. aku berusaha disini. Jadi jangan mengusirku"
"Apa?"
"Ya, mungkin...".."Mungkin..aku merindukan saat saat bersamamu. Mungkin..kau menginsprirasiku.." Tambahku.
"Terdengar seperti omong kosong" Jawabnya sedikit ketus.
"Bagian mananya?"
"Semuanya" Katanya acuh.
"Tidak!"
"Kalau begitu buktikan!" Katanya sambil beranjak dari kursi, dan aku berusaha mencegahnya dengan memegangin pergelangan tangannya.
"Bella! Kau tak tahu bagaimana caranya berteman!"
"Karna aku tak menginginkannya!" 
"Kau tak tahu apa yang kau inginkan. Kau takut seseorang menginginkanmu. Kenapa itu harus kutakuti? Kau tak bisa terus bersembunyi dibelakang bukumu...atau di belakang keyakinanmu!" Jelasku sedikit berteriak.
"Tidak" Jawabnya acuh dan sedikit memalingkan wajahnya dariku.
"Kau tahu sekali alasan kenapa kau takut? Itu karena kau ingin bersamaku juga" Ujarku dan seketika membuat pipinya memerah padam. Ia langsung melepaskan lenganku dari pergelangan tangannya dan pergi meninggalkanku.

****
         "Ayo kita berpesta!" Teriak Kevin sambil memutar lagu hip hop nya dan menari tak jelas. Itu sangat menggangguku dan sedikit membuatku kesal.
"Bisa kau pelankan sedikit volumenya? aku sedang bekerja disini" Ujarku yang sibuk mengutak atik mobilku.
"Baiklah. Kau tahu sekali bagaimana menghancurkan semangat robot" gerutunya.
Aku mengganti lagu hip hop tersebut dengan lagu lagu yang Bella pinjamkan padaku. Dan sedikit membuat Kevin heran.
"Baiklah, kau mungkin tidak menyukai lagu lagu hip hop ku. Tapi..lagu jenis apa ini?"
"Bella meminjamkannya padaku" Jawabku
"Apa? Jadi, kau mendengarkan lagu lagu untuk orang orang sepertinya?"
"Sepertinya, maksudmu?"
"Ya..Orang orang dengan kitabnya, orang orang dengan keyakinanya dan juga orang orang pecundang" Jelasnya.
"Dia tidak seperti itu!" Gerutuku.
"Baiklah.." Katanya pasrah. "Jadi..Justin, kau membuat Laura berpikir akting ciuman itu, antara kau dan Bella benar benar nyata"
Aku hanya terdiam dan masih mengutak atik mobilku.
"Ada apa denganmu?Kau tidak punya waktu bagi teman-temanmu lagi."
"Entahlah teman, kau harus mengakhirinya".."Aku merasa jenuh melakukan hal yang sama sepanjang hidupku"
"Wanita ini telah merubahmu, dan kau bahkan tak menyadarinya." Ujar Kevin.
"Apa Laura mengatakan itu juga padamu?"
"Tidak. Aku yang mengatakannya sendiri, dan aku yang merasakannya.".."Oke teman, sepertinya aku harus pergi. Disini aku akan sangat menganggu" Katanya dan seketika pergi dariku.


****
         Malam ini bintang bintang bersinar tak seperti biasanya. Binatng bintang terlihat sangat indah malam ini. 
Aku melajukan mobilku menuju rumah Bella dengan santai. Dan tak lama kemudian aku pun sampai. Ku ketuk pintunya, namun tak ada jawaban. Akhirnya ku putuskan untuk melihat ke beranda belakang rumahnya. Ternyata Bella ada disana, pantas saja ia tak mendengarku.
"Hey.." Kataku sambil menghampirinya.
"Hey" Jawabnya sambil tersenyum dan kembali mentap langit langit.
"Malam yang indah ya" Kataku.
"Ya. Aku merindukan malam malam saat aku bersama Ibuku. Biasanya jika bintang bintang bersinar tak seperti biasanya dan terlihat sangat indah, aku dan Ibuku selalu diam disini dan menatap langit langit. Kadang aku sampai ketiduran dan ayah memindahkanku ke dalam" Ceritanya.
Aku hanya tersenyum mendengarnya, aku pun merasakan hal yang sama dengan Bella. Kadang aku sedikit merindukan Ayahku. Saat ini ingin rasanya ku peluk Bella, sama seperti memeluk Laura dikala ia sedih. Namun untuk memeluk Bella, itu sedikit sulit.
"Apa yang kau bawa?" Tanyanya sambil melihat kantung yang ku bawa.
Akupun memberikannya, karna itu memang untuknya. "Ini untukmu"
Ia membukanya dengan Bahagia, karna itu adalah Sweater. Aku sengaja membelikannya, agar ia tak di ejek lagi oleh orang orang.
"Terima kasih Justin" Ucapnya.


Tiba tiba saja Ayah Bella melihat kami dan menyuruhku pulang. "Tn.Carter, sepertinya ini sudah malam dan bukan waktunya bermain. Jadi Pulanglah.."
Aku pun menuruti perintah Ayah Bella dan segera pergi, tak lupa berpamitan dulu tentunya.
"Dah Bella..Sampai ketemu di sekolah ya" Ujarku sambil melambaikan tanganku padanya.


Terlihat Ayahnya tak suka jika putrinya bergaul dengan Brengsek sepertiku. Ia menceramahi Bella. "Bella! Kau lihat, anak sepertinya, mereka...mereka punya pengharapan! Aturan disini tetap tidak akan berubah!"
"Baik." Jawabnya pelan.
"Kau mungkin tidak perduli tentang apa yang kukatakan dan yang kupikirkan...tapi aku berusaha melindungimu!"
"Baiklah ayah, Baik! Ini cuma sweater, jadi tolonglah...jangan terlalu bersikap seperti ini padaku!". Bella pun masuk ke dalam rumah.


Sepulang kerumah, Ibu sudah menungguku di pintu. Pasti aku akan di ceramahi lagi!
"Mama sudah bicara dengan papamu hari ini. Dan ia bilang, ia melihat pertunjukanmu selama 10 detik"
"Mengirimiku Cek tiap bulan, tak menjadikannya Ayah!" Jawabku acuh dan langsung masuk ke dalam rumah.
"Justin! Banyak alasan mengapa ia meninggalkan kita...dan kau harus memaafkannya" Teriak Ibu dari jauh yang sama sekali tak ku dengar dan ku acuhkan.




        
NEXT PART 6 >>>
(Apa yang akan terjadi selanjutnya di sekolah? apa yang akan terjadi dengan Hubungan Justin dan Bella?)

Rabu, 04 April 2012

My Princess Dreaming(˘ʃƪ˘)ღ (Part 3)

              Keesokan paginya saat aku bangun, ternyata di rumah tak ada siapapun. kutemukan sepucuk kertas di meja makan dan ternyata itu dari ayah. "Nak, Guess waht?! aku mendapat pekerjaan. Dan pekerjaan ini sangat rahasia, ini berkaitan dengan putri putri di seluruh dunia. Aku akan pergi selama beberapa hari, dan kau akan tinggal dengan Lissa. Jadi bersikap baiklah padanya. I Love You♥"
"Apa?! menghabiskan beberapa hari dengan wanita yang sama sekali tak ku kenal? Ini benar benar menyebalkan!".Gerutuku."Jadi, sekarang aku akan makan apa?! apakah Ayah setega ini meninggalkanku tanpa makanan?"

Tiba tiba saja seseorang masuk dari pintu belakang. Dan ternyata itu adalah Lissa. Ia membawakan makanan rumahan yang sepertinya masakan dia sendiri. “Ayo makanlah. Aku tahu kau lapar. Dan sebentar lagi Bus mu akan menjemput kan? Jadi ayo cepat makan” Suruhnya dan aku pun segera menuruti perintahnya. Sifatnya benar beanr seperti Ibu. Yang setiap pagi selalu menyiapkan makanan untukku sebelum aku berangkat sekolah. Namun tetap saja bagiku Lissa takkan semudah itu menggantikan ibu.
Tak lama kemudian Bus sekolah pun datang. Aku pun segera pergi tanpa berpamitan pada Lissa.
“ah aku tidak perduli! Lagi pula ia bukan Ibuku”Gumamku dalam hati dan segera masuk ke dalam Bus dan duduk di belakang seperti biasanya bersama Tom. Terlihat dari dalam Bus, Lissa melabaikan tangannya padakau. Dan cara melambaikan tangannya benar benar seperti seorang Wanita kerajaan atau biasa disebut Lady Royal.
“Mungkin aku dengannya akan cocok. Mungkin ia juga suka menonton film film kerajaan dan terobsesi menjadi wanita kerajaan” Pikirku sambil tertawa kecil. dan "Eh tunggu dulu! apasih aku ini. Aku kan tak menyukainya dan untuk menjadi cocok dengannya, itu mustahil!" Sambungku.

“Kau kenapa tertawa sendiri?” Tanya Tom heran.
“Hah?Apa? tidak.. aku tidak apa apa” Jawabku sedikit kaku.
“Jadi..siapa wanita yang tadi melambaikan tangan padamu itu? Dia seperti seorang Lady Royal. Kau tahu? Wanita kerajaan”
“Dia Lissa. Pacar baru Ayahku. Ia menjadi pengasuhku selama Ayahku pergi”
“Dimana Ayahmu mendapatkannya?” Tanyanya dengan sedikit tawa.
“Aku tidak tahu.” Jawabku singkat.

            Beberapa menit berlalu dan kami tiba di sekolah. Aku dan Tom segera berjalan masuk ke sekolah dan tidak sengaja. Aku mendapati Ellen berada di mobil Nick. Aku benar benar terkejut saat melihatnya ada di sana. Tom yang melihatku sedang memandang tajam kearah Nick dan teman temannya, ia pun langsung menutupi kedua mataku dengan tangannya.
“Sudahlah jangan di lihat. Nanti kau menangis lagi” Jelasnya. Aku hanya memalingkan wajahku sambil sedikit salah tingkah. Tiba tiba saja wanita yang sedang berada di mobil Nick memanggilku lantang, “Carter….” Teriaknya.
Aku hanya terdiam dan berpura pura tak mendengar. Lalu wanita itu menghampiriku dan Tom yang saat itu sedang berjalan. Aku mencoba menjauh dari Ellen dan langsung menarik lengan Tom. Namun wanita itu seolah olah tak mengerti jika aku sebal padanya, ia malah tetap mengejar kami.
“Selena, selena tunggu dulu..” Ujarnya sambil sesekali menghela nafas.
“Apa?” Jawaku angkuh.
“Kau ini kenapa sih? Aku memanggilmu tapi kau mengacuhkanku” Ujarnya sedikit kesal.
“Aku tak mendengarmu” Jawabku dan masih meneruskan berjalan dengan Tom di sampingku.
“Kau marah padaku? Kalau kau memang marah padaku, berikan alasannya”
“Tidak. Aku tidak marah”
“Lalu, kenapa kau seperti menghindar dariku?” Gerutunya lalu berdiri di hadapanku, seolah olah menghalangi jalanku dan Tom.
“Ellen dengar. Apa yang sebenarnya kau mau dariku? Sekali lagi dengarkan aku. Aku tidak marah padamu dan berhentilah menggangu ku!” Sentakku lalu mendorong Ellen dan melanjutkan perjalanan sambil menggandeng Tom.
Tom saat itu melepaskan gandengan tanganku dan malah membela Ellen dan membuatku semakin kesal.
Ia malah berkata, “Hey seharusnya kau tak bertindak seperti itu padanya! Kalau kau seperti itu, kau sama seperti Sammy. Dan putrid tidak bertingkah seperti itu”
Tom pun kembali dan membantu Ellen yang terjatuh karena ulahku.
Aku hanya menggerutu sendirian dan pergi ke kelas sendiri.

            Sebenarnya saat berada di pintu kelas, aku tak ingin masuk. Karna disana terdapat Sammy dan kelompoknya. Tapi aku memberanikan diri untuk masuk dan duduk di bangku ku. Aku hanya terdiam dan menundukkan kepalaku, sementara Sammy dan kelompoknya hanya tertawa tawa tak jelas dan mulai menghampiriku.
“Hello Carter..”.."Dimana pacarmu dan teman yang baru itu?"Ujarnya sambil tertawa tawa tak jelas. Aku mengacuhkannya dan ia mulai menarik narik rambutku.
“Apa masalahmu!” Sentakku dan Aku mulai kesal lalu berbalik menjambak rambutnya.
Dia hanya berjerit jerit dan tiba tiba seorang wanita dan seorang pria memisahkan kami. Ya itu adalah Ellen dan Tom. Ellen yang saat itu memegangi lenganku, langsung ku dorong. Dan aku kembali bertarung dengan Sammy.
Tiba tiba Mrs.Rose yang merupakan kepala sekolah melihatku dan Sammy sedang bertarung. Karna saat itu yang di lihat Mrs.Rose adalah aku yang menjabak rambut Sammy. Maka Mrs.Rose menyuruhku datang ke ruangannya.
“OH SHIT! Hari ini benar benar hari buruk untukku!Aku mandapati pria yang kusukai malah menyukai temanku. Dan sekarang, aku mendapat masalah baru!” Gerutuku dalam perjalanan menuju Ruang Mrs.Rose.

“Jadi apa masalahmu? Mungkin kamu benci padanya karna ia akan menjadi sainganmu di Homecoming nanti. Tapi menjambak rambutnya bukanlah hal yang baik, Carter” Umbar Mrs.Rose.
“Tapi..ini benar benar bukan salahku. Ia memulainya dan aku berusaha melawannya. Apakah itu salah?” Belaku.
“Benarkah? Kau jangan banyak mengarang alasan. Jika kau memang salah sebaiknya kau berterus terang, karna saya tidak akan membunuhmu” Ujarnya.
“Ta..ta..tapi..Aku bersumpah. Ini semua bukan salahku”
“Sudahlah. Bagaimana pun kau memberikan alasan padaku. Tetap saja kau berada dalam masa percobaan sekarang dan..” Tuturnya yang seketika terpotong oleh seseorang yang tiba tiba masuk ke dalam ruangan.

“Tunggu dulu…” Potongnya. “Ini semua bukan salah Carter. Maksudku..ini semua salahku. Sebenarnya Carter mencoba membelaku dan melakukan perlawanan pada Sammy. Jadi jangan hokum dia, hokum saja aku” Sambungnya pasrah.
Aku hanya terpelongo dan Mrs.Rose memandangku kemudian bertanya, “Benarkah itu Carter?”
“Hmm..eh..eh..i..iya Bu..” Jawabku gagu.
“Jadi yang sebenarnya berkelahi itu Sammy".."dan dengan kau Ellen?” Tanya Mrs.Rose pada Ellen.
“Ya, ini semua salahku” Jawabnya.
“Baiklah. Sekarang kalian berdua keluar.”..”Dan kau Ellen. Kau dalam masa percobaan saat ini. Bersikaplah baik, kau ini murid baru dan aku berharap kau bisa bersosialisasi dengan baik”
Kami berdua pun keluar. Walaupun Ellen sudah membelaku, namun rasa sebal ini masih ada. “Tak usah sok menjadi pahlawan di depanku!Aku tak butuh bantuanmu!” Sentakku lalu berlari dari hadapan Ellen. Dia hanya terdiam seolah olah tak mengerti mengapa aku begitu sebal padanya.

***
            Saat aku masuk ke kelas, keals sangat ramai. Orang orang menggosip disana sini. Salah satu topic yang mereka bicarakan salah satunya adalah mengenai pemilihan Ratu Homecoming yang akan dilaksanakan 2 minggu lagi.
Sammy, ia sibuk  berkampanye agar teman teman mau memilinya menajdi Ratu Homecoming tahun ini. Namun aku begitu yakin jika ia takkan berhasil, karna orang orang tak menyukainya. So..Tak ada yang mau memilihnya.
Aku hanya tertawa kecil melihat aksi Sammy yang berusaha mempromosikan dirinya, dan aku pun menghampiri Tom yang sedang sibuk mengutak atik Essay Matematika yang menjadi tugas hari ini.
“Kau begitu rajin..” Umbarku sekaligus duduk di sampingnya. Ia hanya terdiam dan sepertinya masih setengah marah padaku.
“Kau marah padaku karna masalah tadi?” Tanyaku dengan nada menyesal.
Akhirnya ia mau menatapku dan menjawab pertanyaanku. “Tidak. Aku tidak marah padamu. Mana mungkin aku bisa marah padamu?” Hiburnya. Aku hanya tersenyum mendengarnya.
“ngomong ngomong, apakah kau sudah berterima kasih pada Ellen? Dia sudah menyelamatkanmu loh..” Tuturnya.
“Darimana kau tahu?” Tanyaku heran.
“Rahasia..".."Tapi kau sudah berterima kasih kan padanya? Dan kau sudah meminta maaf kan padanya karna tadi kau sudah mendorongnya?”
“Hmm, untuk meminta maaf dan berterima kasih padanya kurasa itu sulit. Aku masih sebal padanya.”
“Karna ia disukai oleh Nick? Kau menajdi sebal padanya? Selena dengarlah, itu bukan salah Ellen jika Nick menyukainya. Itulah yang dinamakan hak tiap orang untuk bebas mencintai siapapun. Jadi kau harus belajar menerima kenyataan jika Nick memang seharusnya ditakdirkan dengan Ellen, bukan kau” Jelasnya yang sedikit membuatku semakin sebal. Aku hanya memalingkan wajahku darinya dan berpura pura tak mendengarkannya.
Mengetahui jika tak ku dengarkan, Tom memalingkan wajahku dengan kedua tangannya. Kini ia menatapku tajam. Aku hanya bisa sesekali menelan ludah.

 "Jangan berpura pura tak mendengarku."."Seharusnya kau senang jika Nick lebih memilih Ellen daripada Sammy. Benarkan?" 
"Tidak. Akan lebih bagus jika ia memilihku" Jawabku ketus,
Ia hanya menggeleng dan memegangi kedua pipiku. Menatapku lebih dalam dari sebelumnya dan mulai berkata, "Sekali lagi dengar perkataanku dengan baik. Menerima kenyataan memang sulit, tetapi kau harus tahu jika seorang putri harus berhenti memikirkan satu pangeran. Ingatlah diluar sana banyak pangeran yang menginginkanmu" 
Aku hanya tersenyum tersipu mendengarkannya. Jika dipikir pikir benar juga ya, seorang putri itu memiliki banyak pangeran yang ingin mempersuntingnya. 
Ahh..tapi tetap saja cintaku hanya untuk satu pangeran, yaitu untuk Nick. Jadi jika disuruh untuk ikut bahagia jika suatu saat Ellen menjadi kekasih Nick, itu mustahil.

***
        Singkat cerita 3 hari kemudian hampir berlalu. Aku masih memusuhi Ellen sebab ia semakin hari semakin dekat dengan Nick. Dan bisa jadi mereka malah sudah berpacaran. Untuk menghilangkan rasa kesalku, karna hari ini hari minggu, aku pun memutuskan untuk makan es-krim ke kedai es-krim yang biasanya ku kunjungi. Disana ku lihat ramai sekali, banyak remaja remaja seusiaku sedang tertawa tertawa dan seperti mentertawakan seseorang. Saat ku lihat apa yang sedang mereka tertawakan, ternyata objek yang menjadi tertawaan anak anak adalah seorang pegawai di kedai itu yang tak tahu menggunakan sebuat alat tempat tempat es-krim itu dikeluarkan. Sehingga membuat selur es-krim es-krim nya bercucuran kemana mana. Pegawai itu benar benar terlihat udik. Saat semakin ku dekati ternyata itu adalah Ellen.
"Ya Tuhan! itu Ellen. Dia...."..."Pasti ini semua ulah sammy. PAsti ia sengaja mempekerjakan Ellen disini"Batinku. 
Tanpa pikir panjang aku segera masuk ke dalam kedai itu dan mencoba membantu Ellen.
"Ellen apa yang kau lakukan disini" Bisikku.
"Aku hanya mencoba menjadi gadis normal, ya maksudku bekerja" Ujarnya yang amsih sibuk dengan es-krim disana sini.
"Tapi kalau kau tidak bisa, jangan memaksakan" Bisikku lagi dan membantunya mengurus es-krim es-krim yang bercucuran kemana mana.
"Kau peduli padaku?" Teriaknya sambil memelukku dan membuat sekujur tubuhku berlumurkan es-krim. Lalu kulepaskan pelukannya dan menenteng nya keluar dari kedai itu.
Disana terdapat Sammy dan teman temannya yang asyik mentertawakan Ellen. Sambil berjalan melewatinya, ku guyurkan Es-krim yang kubawa di kepalanya.
Dan ia hanya berjerit jerit tak jeals. Ah..biarlah, aku tak perduli.




NEXT PART 4 >>>
(Selena will forgive Ellen or not? An they will be friends again or not?)

Selasa, 03 April 2012

Its not Dreaming, its just to a Remember ( ˘з(ˆvˆ) (PART 4)


               Satu minggu berlalu. Aku mencoba menghafal dan menghafal skrip itu. Namun hasilnya tetap gagal. Ya, aku tahu kalau aku memang tidak mahir dalam bidang menghafal. Tapi kupikir setidaknya aku bisa ber-akting, namun aku pun tak bisa.Karna ini adalah ahri minggu, seperti biasa aku dan teman temanku selalu berkumpul di salah satu rumah. Dan kini di rumah Kevin. Teman temanku benar benar asyik bermain Xbox baru Kevin. Sedangkan aku tersiksa sendirian dalam skrip menyebalkan ini.“Ayolah kalian harus membantuku!” Cetusku pada ketiga temanku yang sedang asyik bermain game, sedangkan aku tersiksa menghafalkan skrip sendirian.
“Kau harus mencoba permainan ini, ini keren bung!” Ujar Ron semangat.
“Oh ayolah, aku beanr benar tidak bercanda! Kalian harus membantuku, kalau aku tidak berhasil dan menghancurkan drama kali ini. Itu berarti aku akan di keluarkan dari sekolah. Jadi kumohon seriuslah, aku hanya punya waktu 2 minggu lagi!” Balasku sedikit kesal. Dan teman temanku masih mengacuhkanku.
“Kau takkan bisa menghafal ini semua dalam waktu 2 minggu. Bahkan orang jenius seperti Louis Anderson pun takkan bisa menghafalnya dalam waktu satu bulan”. Ujar David.
“Siapa yang menulis skrip ini? Aku akan membunuhnya” Celoteh Kevin.
“Oh ayolah serius!” Ketusku.
“Lagipula bermain peran seperti ini membuatmu seperti orang bodoh di depan semua orang. Dan akan merusak reputasimu” Sambung Ron.
“Dengar aku tak punya pilihan. Jadi sekali lagi dengar aku..”..”BISAKAH KALIAN MEMBANTUKU?”Teriakku lebih jelas.
“Oke, maafkan aku. Disini aku hanya menggangu. Jadi aku harus pergi” Ucap David dan langsung pergi dari rumah ini.
“Aku juga, sepertinya aku akan menggangu. Aku harus pergi sekarang” Tambah Ron dan ikut pergi juga dari rumah ini.“Oke Kevin, tak ada alas an. Jadi bantulah aku” Pintaku.
“Aku…Aku tidak bisa. Aku tidak mahir. Jadi sebaiknya kau pulang dan minta bantuan ibumu atau laura” Jawabnya.
“Huh, aku tahu ini takkan berhasil. Baiklah aku pergi sekarang” Akhirnya aku pun memutuskan untuk pergi dan aku mulai memiliki satu ide untuk menanggulangi masalah ini. Yaitu, aku akan meminta bantuan Bella. Ya karna tiap tahun ia mengikuti Club ini, jadi pasti ia akan sangat mahir. Terlebih ia adalah lawan mainku.

***            


           Saat itu ku lihat sekeliling, berharap tak ada siapapun disini. Dan memang beanr ternyata, di lorong Locker ini sedang sepi. Disitu ku lihat ada Bella dan aku mengehla nafas karna disaat seperti ini tak ada yang melihatku.“Bella…” Panggilku sedikit berbisik.
Bella yang saat itu sedang berdiri di depan Locker nya, langsung menoleh ke arahku dan tersenyum. “Apa yang kau inginkan? Aku begitu tahu tentang dirimu, selama ini kau tidak pernah menyapaku duluan kan?”
“Aku butuh bantuanmu mengenai kalimat kalimat yang harus ku hafal. Ku pikir kau akan sangat mahir, karna kau mengikuti Club drama ini tiap tahun kan?”
“Wow..Justin Carter meminta bantuanku?” Gumamnya dengan sedikit tawa.
“Ya” Jawabku singkat.
“Oke, aku akan mendoakanmu” Ujarnya sambil hendak pergi dari tempat itu. Namun seketika ku tarik lengannya.
“Bella dengarlah…” Ucapku yang terpotong olehnya.
Jelas sekali kau belum pernah meminta seseorang untuk membantumu sebelumnya, kan?” Ujarnya.
“please…”
“Tapi bantuan ini bukan untukmu Oke, ini demi kebaikan bersama” Ketusnya.
“Ini memang demi kebaikan bersama. Robbin Rainey berhak mendapatkan yang terbaik” Rayuku. Ia hanya tersenyum lalu saat itu juga hendak pergi dari hadapanku dan seperti mengabaikanku.
Namun ku tarik lengannya lagi untuk yang kedua kali. 
“Bella, kumohon..”
“Hmm..baiklah” Katanya sambil menghela nafas. “Tapi dengan satu syarat”
“Apa?Katakanlah?”
“Kau harus berjanji padaku. Jika kau tak akan pernah jatuh cinta padaku”Aku hanya tertawa kecil mendengarnya. Menurutku itu sebuah lelucon yang sangat lucu yang pernah ku dengar. Aku hanya mengangguk dan meng-iyakannya. “Baiklah. Itu bukan hal yang sulit”
“Oke. Datanglah ke rumahku seusai sekolah.”

(Suasana Rumah Bella)“Justin Carter is coming here?”..”Dia berbahaya untukmu sayang. Dia orang jahat, sembrono dan…” Ujar Ayah Bella.
“Ayah, bagaimana kalau pengampunan?” Pintanya.
“Tapi dia orang yang tidak bisa ku percaya untuk menjadi temanmu” Balasnya.
“Ayahh..dia bukan temanku, dia hanya..” Seketika ceritanya terpotong oleh suara bel rumah yang ku bunyikan. Ia pun membukakan pintu untukku. 
Dan kami masih terlihat awkward.
“Apa kau akan membiarkanku semalaman di luar sini?” Tanyaku acuh.
“Come in” pintanya. 
Dan kami pun segera masuk. Saat memasuki rumahnya, aku sangat merasa tak nyaman. Ia benar benar umat yang baik. Terlebih ayahnya adalah seorang Pendeta.


“Hmm, skrip ku ada di kamar. Jadi anggaplah rumah sendiri” Ujarnya dan segera naik ke kamarnya yang sepertinya berada di atas.Saat sedang melihat lihat sekeliling. Tiba tiba saja seseorang menepuk pundakku dari belakang. 
“Tn.Carter?”..”Ku dengar kau mendapatkan peran utama di pementasan drama tahun ini?”.Aku hanya sedikit terkejut dan mencoba terlihat seperti orang baik di depan ayahnya.
“Ya, aku menjadi pemeran utama. Walau sebenarnya aku tidak mau” Ujarku sedikit berbisik.
“Selamat.”..”Jadi..kenapa kemarin aku tidak melihatmu berdiri di gereja?”
“Hmm, tapi aku melihatmu sepertinya” Jawabku acuh.

“Ayah..ayolah jangan meng-introgasinya.”Ujar Bella yang saat itu menyelamatkanku dari beberapa pertanyaan bodoh dari Ayahnya.
”Siap carter?” Sambungnya.
“Ya. Ayo lakukan”            
            Selama beberapa jam kami berlatih. Dan tepat pukul 8 malam, aku pun merasa bosan dan memutuskan untuk pulang. Sebenarnya ini cukup berguna, karna aku sedikit bisa menghafal skrip ini.

***           

            Keesokan harinya aku berharap tidak ada satu orang pun yang tahu kalau kemarin aku berlatih menghafal skrip dengan Bella. Itu benar benar akan merusak reputasiku. Akhirnya ku hampiri teman temanku yang sedang nongkrong di lorong Locker. Hampir mendekati mereka, tiba tiba Laura berlari ke arahku dan langsung memelukku.
“Sayang, sepertinya sudah lama kau sangat sibuk. Aku benar benar merindukanmu” Jelasnya yang saat itu memelukku. Aku pun menikmati pelukannya, karna memang sudah lama aku tak pernah jalan berdua dengannya.
“Ya sayang aku sangat merindukanmu. Sudah lama kau tidak pernah jalan berdua denganku” Balasku.
“Hmm..ngomong ngomong kemarin kau kemana? Kemarin aku kerumahmu. Dan ternyata tak ada siapapun. Padahal kemarin orang tua ku ingin bertemu denganmu” Umbarnya.
“Hmm..aku..”..”Aku ke..aku menemui ayahku” Jawabku sedikit kaku.
“Loh? Bukannya kau sangat sangat benci ayahmu dan..tak mau menemuinya?” Tanya David.
“Ya hmm, begini, jadi…”..”Sudahlah jangan membahasnya..”

            Tiba tiba saja Bella menghampiri kami. “Hey Carter, jadi..siap untuk latihan seusai sekolah?” Sapanya.
Aku hanya tertawa kecil sambil menutup nutupi kejadian kemarin, “Ya dalam mimpimu”. Seketika teman temanku tertawa dan Bella hanya tersenyum membalasnya. Ku rasa ia benar benar tabah dan aku sedikit merasa bersalah. Karna sebenarnya aku lah yang memohon untuk bisa latihan dengannya.***            Singkat cerita, aku mendatangi rumah Bella. Dan berharap ia mau memaafkanku. Sebab ia adalah umat yang baik dan mungkin pemaaf. Dengan percaya diri aku mengetuk pintu rumahnya. Ia pun membukakan pintunya dan langsung menutpnya lagi.Lalu ku ketuk lagi dan tak ada jawaban.
“Ayolah Bella buka pintunya…” Pintaku sambil mengetuk ngetuk pintu.Beberapa kali ku ketuk dan akhirnya ia mau membukanya.
“Apa yang kau mau?” Tanyanya dengan sedikit nada kesal.
“Sepertinya suasana hatimu sedang tak baik ya. Hehe” Hiburku dan malah membuatnya semakin marah dan menutup lagi pintunya.
“Bella kumohon, bukalah pintunya…” Ujarku dan ia membuka pintunya kembali.
“Apa yang kau inginkan dariku?!” Sentaknya.
“Hey tenanglah. Jadi kuharap kita bisa berlatih bersama dan…” Ucapku yang terpotong olehnya.
“Jangan sampai ada yang tahu kan?” Sambungnya dengan sedikit senyum.
“Ya karna aku berusaha membuat kejutan untuk semua orang jadi…” Ucapku yang lagi lagi terpotong olehnya.
“Kita bisa menjadi teman rahasia?” Sambungnya dengan senyum yang semakin lebar.
“Ya tepat sekali. Hebat Bella, kau bisa membaca pikiranku”
“Bagus sekali. Sepertinya kau juga bisa membaca pikiranku” Jelasnya dan langsung menutup pintu kembali.

“Bella bukalah…” Pintaku dan ia membukakan pintunya lagi.
“Apalagi?!” Sentaknya.
“Bella, aku tak bisa berteman denganmu” Ujarku pelan.
“Ya aku tahu. Aku ini pecundang dan pecundang sepertiku akan merusak reputasimu. Tapi asal kau tahu, awalnya ku kira kau ini orang baik tapi ternyata aku salah besar!” Jelasnya dan kembali menutup pintu.        Aku pun langsung pergi dan menendang sebuah pot bunga yang  ada di hadapanku “SHIT!”Dan ternyata omonganku barusan membuat Ayah Bella keluar dan memelototiku.
“Oke maaf, aku benar benar tidak sengaja” Singkatku dan langsung pergi




NEXT PART 5 >>(Apakah yang terjadi selanjutnya? Apakah Bella tetap marah pada Justin? dan bagaimanakah nasib Justin selanjutnya?)